POLIGAMI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN
(Qur’an Surah An-Nisa: 3)
Mata Kuliah: Studi Qur’an Hukum Keluarga Dosen Pengampu:
2021
PENDAHULUAN
Sebelum Islam datang, praktik poligami dengan menikahi wanita sebanyak- banyaknya sesuai dengan keinginan pribadi telah banyak terjadi, sampai disebutkan bahwa Nabi Daud AS memiliki hingga tiga ratus istri dan selir, sedangkan Nabi Sulaiman AS mempunyai tujuh ratus wanita, maka dengan itu Islam pun datang dengan syariatnya dan tentunya memberikan pencerahan serta menetapkan batas serta syarat-syaratnya poligami sesuai dengan ajaran Islam.1
Perkawinan dalam Islam ada dua bentuknya yaitu monogami dan poligami. Sejatinya monogami merupakan bentuk perkawinan yang alami karena didalamnya ada cinta sepasang suami istri tanpa berbagi dengan orang lain, namun tidak dapat dipungkiri juga zaman sekarang poligami masih up to date di tengah masyarakat kita, hal ini cukup menjadi pembahasan yang kontroversial baik di kalangan ulama maupun masyarakat umum.2
Poligami khususnya di Indonesia yang notabene nya mayoritas masyarakat muslim menjadi suatu hal yang klasik dan menarik untuk dibahas. Akhirnya menimbulkan berbagai sudut padang yang dikemukakan sekiranya dapat memberikan solusi atas permasalahan tersebut, salah satunya yang diatur dalam wujud perundang- undangan melalui Kompilasi Hukum Islam (HKI).3 Meskipun hal demikian sudah diatur sedemikian rupa, umat Islam terkadang sering memperdebatkan apakah ketentuan yang benar menurut al-Qur’an? dan bagaimana al-Qur’an memandang hal ihwal tentang poligami beserta penafsirannya? Berangkat dari hal ini, penulis akan menyajikan makalah yang berisi pemahaman mengenai poligami dalam sudut pandang al-Qur’an.
1 Yusuf al-Qardhawi, fatwa-fatwa kontemporer, (Jakarta: Gema Insani Press, 2002), 724.
2 Usman, “Perdebatan Masalah Poligami dalam Islam”, An-Nida Jurnal Pemikiran Islam, Vol 39, No. 1, Januari 2014, 129-130.
3 Makrum,”Poligami dalam Perspektif al-Qur’an”, Maghza, Vol 1, No. 2, Juli-Desember 2016, 36.
PEMBAHASAN
A. Mengenal Poligami dalam Islam
Pengertian poligami secara etimologis berasal dari Bahasa Yunani yang berasal dari poli atau polus yang berarti banyak, dan gamein atau gamos yang berarti perkawinan. Adapun secara terminologis poligami adalah bentuk perkawinan pemilikan bersama atas istri atau suami. Namun dalam istilah lain Jika seorang suami punya istri lebih dari satu bisa disebut poligini, sedangkan apabila istri punya lebih dari satu suami itu dinamakan poliandri. Akan tetapi nampaknya istilah poligami lebih populer di masyarakat kita. Dalam Islam batas maksimal jumlah perempuan yang boleh dinikahi menurut jumhur ulama ada empat.4,
Poligami dalam Islam di delegasikan oleh al-Qur’an dan sunah,dan di perkuat lagi bahwa Rasulullah SAW menjadi contoh riil yang mempraktikkan hidup berpoligami, akan tetapi poligami yang dilakukan Rasulullah SAW bukan semata-mata untuk memenuhi hasrat biologis dan nafsu semata, melainkan untuk dakwah dan social yang jauh lebih tinggi.5 Selanjutnya berdasarkan kisah poligami yang dijalankan disebabkan hal-hal berikut:
1. Nabi berpoligami setelah berumur di atas 50 tahun,sehingga dapat dipastikan bukan nafsu yang dikedepankan
2. Nabi berpoligami setelah Sayyidah Khadijah sebagai istri pertama meninggal dunia
3. Nabi berpoligami dengan tidak menyakiti hati wanita, dimana Nabi menolak menikahi wanita-wanita yang pencemburu sehingga tidak menyakiti hati seorang wanita
4. Nabi berpoligami karena ada alasan tertentu.6
poligami nampaknya menjadi salah satu topik yang kontroversial sehingga menyebabkan para ulama termasuk mufassir klasik mengakui poligami sebagai
4Usman, “Perdebatan Masalah Poligami dalam Islam”, 130.
5 Muhammad Arif Musthofa, “Poligami dalam Hukum Agama dan Negara” Al-Imarah: Jurnal Pemerintahan dan Politik Islam, Vol. 2, No.1 2017,49.
6 Siti Ropiah, “StudI Kritis Poligami dalam Islam (Analisa Terhadap Alasan Pro dan Kontra Poligami), Al- Afkar Journal For Islamic Studies, Vol. 1, No, 1 Januari 2018, 96.
norma Islam yang tekstual mendapatkan legitimasi al-Qur’an, namun disisi lain juga ada yang beranggapan bahwa monogamy adalah merupakan tujuan ideal Islam dalam perkawinan.7 Poligami dalam Islam merupakan menjadi suatu rukhsah atau keringanan yang diperbolehkan karena adanya hal-hal atau alasan- alasan tertentu yang akan dibahas dalam bagian berikutnya.
B. Dalil Poligami dalam Al-Qur’an
َوث.َُٰلَ َث
َب لَ ُكم ِ¹م َن ٱلنِ¹ َسآِء َم ۡثَََٰن
ِخ ۡفتُ ۡم أَاَّل تُ. ۡق ِسطُواْ ِِف ٱۡليَ.َٰتَ َم َٰى فَٱن ِك ُحواْ َما طَا
َوإِ ۡن
َك أَ ۡد ََٰنٓ أَاَّل تَ.عُولُواْ (٣)
ت أَۡيََٰنُ ُك ۡۚۡم ََٰذلِ
َملَ َك
َما
َوُرَٰبَ ََۖع فَِإ ۡن ِخ ۡفتُ ۡم أَاَّل تَ. ۡع ِدلُواْ فَ. ََٰوِح َدةً أَۡو
Artinya: “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya” (QS. An-Nisa:3)
C. Tafsir Ayat Poligami
Sebelum masuk ke masalah tafsirnya perlu kita mengetahui dulu asbab an- Nuzul dari surah An-Nisa ayat 3 ini, Muhammad Ali Ash-Shabuni beliau menyitir sebuah hadis yang berisi tentang pembicaraan antara Urwah bin Zubair dengan Sayyidah Aisyah RA. Ketika itu Urwah bertanya tentang firman Allah surah An-Nisa ayat 3 ini, lalu sayyidah Aisyah menjawab, “wahai anak saudaraku, si yatim ini berada dibawah perwaliannya dan harta miliknya tercampur menjadi satu. Kemudian wali itu tertarik pada harta dan kecantikan wajah si yatim, dan bermaksud untuk mengawininya. Akan tetapi, cara pemberian mahar yang ditempuhnya tidaklah adil, sebab ia tidak memberikan mas kawin kepada si yatim sebagaimana yang ia berikan kepada wanita lain. Padahal dia
7 Inayah Rohmaniah, ”Poligami atau Monogami?”, Jurnal Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an dan Hadits, Vol. 2, No. 1, Juli 2001, 56.
terbiasa membayar mahar dengan harga mahal. Itulah yang menyebabkan, ia (wali) diperintahkan untuk menikahi perempuan selain anak yatim tadi.8
1. Poligami dalam tafsir Al-Azhar karya Buya Hamka
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil (bila menikahi) anak- anak yatim, maka nikahilah wanita-wanita lain yang kamu senangi dua, tiga, atau empat”. Menurut Buya Hamka dalam tafsirnya surah an-Nisa ayat tiga merupakan sambungan yang saling berhubungan dari ayat yang kedua yang sebelumnya tentang memelihara harta anak yatim. Pada ayat kedua itu dijelaskan dan diperingatkan jangan sampai ada aniaya dan berlaku curang terhadap anak yatim, sebab itu adalah dosa yang amat besar. Lalu berangkat dari hal tersebutlah bahwa daripada sampai menganiaya harta anak yatim perempuan, lebih baik menikah sampai empat walaupun menikah sampai empat itupun kesulitan juga.9
“tetapi jika kamu takut tidak akan bisa berlaku adil, maka seorang sajalah.” Di dalam intisari ayat ini dapat ditemukan kesulitan yang lain lagi. Pertama , daripada harta anak yatim perempuan dikecewakan lebih baik menikah dengan perempuan lain biar sampai dengan empat. Hal demikian lebih baik kiranya daripada mengecewakan anak yatim dan hartanya. Akan tetapi apabila beristri empat ini dituruti maka akan dapat kesulitan lain lagi yaitu harus adil kepada para istri-istri tadi. Karena semua istri itu mempunyai hak atas suami dan mereka punya hak untuk menuntut itu misalnya seperti n tempat tinggal, hak nafkah sandang dan pangan, hak nafkah batin dan sebagainya. Jadi sebelum terlanjur menempuh hal yang dibolehkan oleh syara’ itu fikirkanlah soal keadilan dulu, jangan sampai karena takut akan tidak adil membayar mahar untuk menikahi anak perempuan yatim dan menjaga hartanya, kamu akan masuk pula dalam hal tidak adil karena beristri banyak. Atau kalau ingin juga tetaplah mempunyai istri satu orang dan yang lain adalah hambasahaya.10
8 Makrum,”Poligami dalam Perspektif al-Qur’an”…42.
9 Hamka, Tafsir Al-Azhar (Singapura: Pustaka Nasional PTE LTD, t.th), 1061.
10 Hamka, Tafsir Al-Azhar…1063.
“atau hambasahaya yang kamu miliki” yaitu budak-budak perempuan yang asal usulnya dari perempuan tawanan perang yang haknya memang sudah nyata tidak sama dengan istri merdeka sebab diperjual belikan, sehingga mereka tidak berhak menuntut persamaan perlakuan. Selanjutnya berFirmanlah Tuhan “yang demikian itulah yang lebih memungkinkan kamu terhindar dari berlaku sewenang-wenang”. Adapun dengan ujung ayat ini mendapat kejelasan bahwasanya yang lebih aman dan terlepas dari ketakutan tidak akan adil hanyalah beristri satu, karena kalau hanya satu lebih mencapai ketentraman dan pastinya tidak akan pusing memikirkan hak-hak istri yang empat tadi.11
2. Poligami dalam tafsir Al-Misbah karya M. Quraish Shihab
Adapun menurut M. Quraish Shihab dalam tafsirnya menyatakan bahwa ayat an-Nisa yang ketiga ini turun setelah ayat yang berkaitan tentang larangan mengambil dan memanfaatkan harta anak yatim secara aniaya. Maka karena itu, ditegaskan lagi bahwa “dan jika kamu takut tidak dapat berlaku adil terhadap perempuan yatim, dan apabila percaya diri akan berlaku adil terhadap wanita-wanita selain yang yatim itu “maka nikahilah apa yang kamu senangi sesuai selera dan halal “dari wanita-wanita yang lain” kalau perlu dapat menggabung dalam saat yang sama “dua,tiga atau empat” tetapi jangan lebih “jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil” dalam masalah harta dan perlakuan lahiriah bila menghimpun lebih dari satu orang istri, “maka nikahi seorang saja atau nikahilah hamba sahaya wanita yang kamu miliki. Yang demikian itu, maksudnya selain menikahi anak perempuan yatim yang mengakibatkan ketidakadilan dan mencukupkan satu orang istri “adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya” yaitu lebih mengantarkan kepada keadilan dan tidak memiliki tanggung biaya dalam menghidupi mereka.12
Singkatnya, menurut beliau juga bahwa surah An-Nisa ayat 3 ini tidak mewajibkan poligami ataupun mengajurkannya, karena ayat tersebut kalau kita lihat hanya berbicara tentang bolehnya poligami, hal itu pun sekiranya
11 Hamka, Tafsir Al-Azhar…1064.
12 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah (Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an Vol. 2, (Ciputat: Lentera Hati, 2017), 407.
hanya menjadi pilihan terakhir yang hanya dapat dilakukan oleh orang yang sangat memerlukannya karena dilihat syaratnya tidaklah ringan. Dalam al- Qur’an bahasan poligami hendaknya bisa ditinjau dari segi ideal atau baik maupun buruknya namun harus juga dilihat dari sudut pandang penetapan hukum dalam aneka kondisi yang mungkin saja terjadi.13
3. Poligami dalam Tafsir Fi Zhilalil Qur’an karya Sayyid Quthb
Menurut Sayyid Quthb dalam kitab tafsirnya menyatakan bahwa ayat “jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) wanita yatim (bila kamu menikahinya)” adalah suatu bentuk keprihatinan, ketakwaan dan takut kepada Allah yang bisa menggetarkan hati si wali apabila ia tidak dapat berlaku adil terhadap wanita yang ada dalam pemeliharaanya. Ayat ini tentunya bersifat mutlak tidak membatasi tempat-tempat keadilan. Maka yang dituntut adalah keadilan dalam semua bentuk dengan segala pengertiannya. Ayat ini juga sebagai rukhsah yakni kemurahan atau keringanan untuk melakukan poligami tentunya harus disertai sikap kehati-hatian karena ditakutkan tidak dapat berlaku adil maka dicukupkan lah monogamy dalam kondisi seperti itu, atau dengan budak belian yang dimiliki.14
Hikmahnya menurut beliau dengan Islam datang dengan membawa syariat poligami untuk tidak memberikan kebebasan dan untuk membatasi bukan untuk membiarkan kaum lelaki seenaknya memperturutkan hawa nafsunya tanpa menghiraukan syarat adil di dalamnya. Kalau saja tidak dapat berlaku adil maka tidak akan diberikan rukhsah kepada yang bersangkutan.15
D. Syarat-Syarat Poligami
1. Syarat poligami dalam hukum di Indonesia
Adapun syarat poligami ini ada di dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 55 ayat (1) dan (2) dan pasal 56 ayat (1), sbg:16
13 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah (Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an…410.
14 Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an (Jakarta: Gema Insani, 2008), 275-276.
15 Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’an…278.
16 Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), 47-48.
Pasal 55
(1) Beristri lebih dari satu bersamaan, terbatas hanya sampai empat istri.
(2) Syarat utama beristri lebih dari seorang, suami harus mampu berlaku adil terhadap istri dan anak-anaknya.
Pasal 56
(1) Suami yang hendak beristri lebih dari satu orang harus mendapat izin dari peradilan agama.
Pasal 57
Peradilan Agama hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akan beristri lebih dari seorang apabila:
1. Istri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri.
2. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan.
3. Istri tidak dapat melahirkan keturunan.
Untuk memproleh izin dari Peradilan Agama, disamping persyaratan yang disebutkan pada pasal 55 ayat (2), ditegaskan lagi oleh pasal 58 ayat (1), yaitu:
(1) Adanya persetujuan istri
(2) Adanya kepastian, bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka.
Perlu diketahuin lagi bahwa dalam UU No. 1 tahun 1974 disebutkan bahwa sistem kekeluargaan yang dianut oleh Negara Indonesia adalah bersifat monogamy atau hanya memiliki satu istri, meskipun demikian dalam aturan tersebut juga dijelaskan bahwa seseorang diberi kelonggaran berpoligami jika pengadilan memperbolehkan apabila memang seseorang itu telah memenuhi syarat tertentu.17
2. Syarat poligami dalam Islam
17 Muhammad Arif Mustofa,” Poligami dalam Hukum Agama dan Negara,” Al-Imarah: Jurnal Pemerintahan dan Politik Islam Vol.2 No. 1, 2017, 52.
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa poligami merupakan suatu rukhsah atau keringanan yang diperbolehkan karena ada alasan-alasan tertentu, yaitu sebagai berikut:18
a. Jika istri mengidap suatu penyakit berbahaya seperti lumpuh, ayan atau penyakit menular.
b. Jika istri ternyata tidak mampu untuk memiliki keturunan atau mandul.
c. Jika istri telah lanjut usia dan begitu lemahnya sehingga tidak mampu lagi untuk memenuhi kewajibannya sebagai seorang istri.d. Jika si suami mendapati bahwa istrinya memiliki sifat yang buruk dan tidak dapat diperbaiki
e. Jika istri pergi dari rumah suaminya dan membangkang sedang suami merasa sulit untuk memperbaikinya
f. Akibat terjadinya peperangan yang mengakibatkan banyak kaum laki-laki yang terbunuh di medan perang. Kemudian meninggalkan kaum perempuan yang sangat banyak jumlahnya. Maka poligami dapat menjadi salah satu solusi terbaik dalam hal tersebut.
b. Harus bersikap adil terhadap istri-istri dan anak-anaknya, baik menyangkut masalah lahiriah seperti pembagian waktu termasuk juga masalah nafkahnya dan hal-hal yang menyangkut kepentingan lahir. Sedangkan masalah batin, tentulah selamannya manusia tidak mungkin dapat berbuat adil secara hakiki.19
E. Pandangan Para Ulama Tentang Poligami
Menurut jumhur ulama klasik seperti Imam Malik, Imam Hanafi dan Imam Syafi’I serta Imam Ahmad bin Hanbal, memperbolehkan adanya praktek
18 Mahridha, Poligami dalam Kajian Hukum Islam “Studi Analisis Pandangan Hasbi Ash-Shiddiqiey”
Jurnal Syari’ah Vol. IX, No. 2, Tahun 2017, 58.
19 Tihami dan Sobari Sahrani, Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Press, 2010), 358.
poligami karena redaksi “fankihu” pada surah An-Nisa ayat 3 mempunyai konsekuensi hukum mubah semisal makan dan minum, sementara dalam persoalan batas bilangan “matsna watsulatsa wa arruba” mereka sepakat seorang suami hanya dibatasi mempunyai maksimal empat orang istri saja. Hal ini berbeda dengan madzhab Syi’ah yang mana mereka berpendapat bahwa laki-laki boleh menikahi Sembilan orang perempuan dalam waktu yang bersamaan, karena mereka menafsirkan bahwa dua tiga tambah tempat sehingga jumlahnya adalah Sembilan. Hal tersebut tentu bertentangan dengan pendapat para Fuqaha dan ahli Bahasa bahwa penyebutan dua, tiga dan empat adalah penyebutan bilangan bukan penjumlahan. Oleh karenanya maksud dari ayat tersebut tidak boleh lebih dari empat dalam waktu bersamaan. 20
para jumhur ulama yang empat tadi juga sepakat yang dimaksud makna adil dalam firman Allah SWT surah An-Nisa ayat 3 itu bahwa keadilan yang dimaksudkan adalah keadilan materi. seperti berlaku adil dalam memberikan nafkah, tempat tinggal, makanan, minuman pakaian dan pembagian giliran bermalam. sedangkan keadilan dalam bentuk cinta dan kasih sayang itu berada diluar jangkauan manusia yang sangat sulit untuk diwujudkan karena hanya Tuhan lah yang mengetahuinya.21
20 Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqh Lima Madzhab (Jakarta: Lentera Basritama, 2011), 332.
21 Mahridha, Poligami dalam Kajian Hukum Islam..59-60.
PENUTUP
Adapun dari semua uraian diatas dapat disimpulkan poligami dalam Islam telah diatur secara lengkap dan sempurna, ringkasnya, Secara implisit poligami dalam perspektif al-Qur’an tidak dilarang, tidak juga dianjurkan apalagi sampai diperintah akan tetapi diperbolehkan, kebanyakan jumhur ulama sepakat akan hal itu. Namun tentunya diperbolehkan juga dengan syarat yang ketat seperti berlaku adil di antara istri-istrinya. Jika keadilan tidak dapat dilaksanakan maka Al-Qur’an menuntut laki- laki untuk tidak mengawini lebih dari satu istri, jelasnya poligami pada dasarnya adalah sesuatu yang bersifat kontekstual sementara monogami adalah sesuatu yang bersifat normatif.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qardhawi , Yusuf,fatwa-fatwa kontemporer. Jakarta: Gema Insani Press, 2002. Ali, Zainuddin Hukum Perdata Islam di Indonesia Jakarta: Sinar Grafika, 2006.
Hamka, Tafsir Al-Azhar Singapura: Pustaka Nasional PTE LTD, t.th.
Usman, “Perdebatan Masalah Poligami dalam Islam”, An-Nida Jurnal Pemikiran Islam, Vol 39, No. 1, Januari 2014.
Makrum,”Poligami dalam Perspektif al-Qur’an”, Maghza, Vol 1, No. 2, Juli-Desember 2016. Mahridha, Poligami dalam Kajian Hukum Islam “Studi Analisis Pandangan Hasbi Ash-
Shiddiqiey” Jurnal Syari’ah Vol. IX, No. 2, Tahun 2017.
Mughniyah, Muhammad Jawad Fiqh Lima Madzhab Jakarta: Lentera Basritama, 2011. Musthofa, Muhammad Arif “Poligami dalam Hukum Agama dan Negara” Al-Imarah: Jurnal
Pemerintahan dan Politik Islam, Vol. 2, No.1 2017.
Mustofa,Muhammad Arif ” Poligami dalam Hukum Agama dan Negara,” Al-Imarah: Jurnal Pemerintahan dan Politik Islam Vol.2 No. 1, 2017
Rohmaniah, Inayah ”Poligami atau Monogami?”, Jurnal Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an dan Hadits,
Vol. 2, No. 1, Juli 2001.
Ropiah, Siti “Studi Kritis Poligami dalam Islam (Analisa Terhadap Alasan Pro dan Kontra Poligami), Al-Afkar Journal For Islamic Studies, Vol. 1, No, 1 Januari 2018.
Shihab, M. Quraish Tafsir Al-Misbah (Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an Vol. 2,Ciputat: Lentera Hati, 2017.
Tihami dan Sobari Sahrani, Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengkap Jakarta: Rajawali Press, 2010.
Quthb, Sayyid Tafsir fi Zhilalil Qur’an Jakarta: Gema Insani, 2008.
0 comments:
Posting Komentar