Jumat, 25 Maret 2022

Sejarah Peradaban Islam di Zaman Turki Ustmani

 

 

 

 

SEJARAH PERADABAN ISLAM DI ZAMAN TURKI USTMANI

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah

Sejarah Pemikian dan Peradaban Islam

 

 

Dosen Pengampu

 

Prof. Dr. H. Fauzi Aseri, MA

&

Dr. H. M. Hanafiah, M.Hum

 

 

Disusun oleh :

 

Marzuki Na’ma

NIM : 210211050114

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI

PASCASARJANA

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA BANJARMASIN

TAHUN 2021 /2022

 



PENDAHULUAN

 

Dalam sejarah perjalanan Islam, kondisi politik pemerintahan Islam mengalami pasang surut. Kadang maju kadang pula mundur,[1] terutama pada masa pertengahan (1250-1800). Kemajuan-kemajuan yang dicapai pada periode klasik telah dihancurkan oleh tentara Mongol dan mengakibatkan runtuhnya Khilafah Abbasiyah di Baghdad.

Penyebab runtuhnya Dinasti Abbasiyah adalah serangan bangsa Mongol yang berhasil menghancurkan Kota Baghdad. Pada 1258 M, tentara Mongol yang berkekuatan sekitar 200.000 orang menyerang Baghdad. Khalifah terakhir Daulah Abbasiyah, Al-Musta'shim, benar-benar tidak berdaya membendung tentara mongol sebanyak itu. Penyebab utama tentara Mongol menyerang Bani Abbasiyah ada dua, yaitu kekalahan Kekaisaran Khwarezmia, yang secara tidak langsung menjadi benteng Abbasiyah dari Mongol. Selain itu, invasi bangsa Mongol juga dilatarbelakangi motif ekonomi. Dalam serangan itu, bangsa Mongol berhasil menghancurkan Kota Baghdad dan membakarnya. Berbagai fasilitas kota, seperti perpustakaan yang berisi berbagai macam peradaban dan ilmu pengetahuan, dihancurkan oleh tentara Hulagu Khan. Pasukan Hulagu Khan juga membunuh ribuan warga muslim Baghdad, dan secara otomatis mengakhiri kekuasaan Bani Abbasiyah.[2]

Runtuhnya kekhalifahan ini mengakibatkan kekuasaan politik Islam mengalami kemunduran secara drastis. Wilayah kekuasaan Islam terpecah-pecah dalam beberapa kerajaan-kerajaan kecil yang satu dengan lainnya saling memerangi. Beberapa peninggalan budaya dan peradaban Islam dihancurkan oleh tentara-tentara Mongol. Kondisi politik tersebut terus berlangsung hingga muncul dan berkembangnya tiga kerajaan besar yang di antaranya adalah kerajaan Turki Usmani (Ottoman). Kerajaan ini berhasil memajukan dan telah membangkitkan kembali semangat politik Islam, meskipun kemajuan-kemajuan tersebut tidaklah secemerlang dengan apa yang telah dicapai pada masa klasik.

Sejarah kerajaan Turki Usmani yang ditulis di dalam buku-buku tarikh Islam sering tidak mendapat porsi sebanyak yang diperoleh Dinasti Umayyah dan Abbasiyah. Melihat dari hasil budaya yang dipersembahkannya dipermukaan, Turki Usmani ini tidaklah bisa disamakan dengan kedua Dinasti sebelumnya di atas, tetapi melihat peranannya sebagai benteng kekuatan Islam dalam menangkal ekspansi bangsa Eropa ke timur, maka dengan ini ia tidak bisa ditinggalkan begitu saja dalam kajian sejarah Islam. Sebab, Turki Usmani telah menunjukkan kehebatannya dalam menangkis serangan musuh. Serangan-serangan perluasan yang dilakukannya langsung menusuk ke wilayah penting, termasuk penaklukan Konstantinopel.

Demikianlah Turki Usmani tentang kerajaan Islam yang sampai kini pemerintahannya masih terwariskan, dan telah berubah menjadi negara Republik Turki atau Republic of Turkey, sebuah negeri tua yang menyimpan aneka ragam kemegahan karya budaya Islam masa silam, dan di masa itu perkembangan Islam cukup signifikan, dan terus berlanjut sampai sekarang, era kontermporer, yakni ketika bangsa Turki memasuki masa reformasi. Republik Turki yang dewasa ini ibukotanya Angkara, tercatat sebagai negara muslim yang tetap bertahan dijalur demokrasi dalam upaya menegakkan sebuah tatanan masyarakat Islami yang beradab. Negara Turki ini terletak di antara dua benua, yaitu Eropa Utara dan Asia di Selatan. Wilayahya berbatasan dengan Yunani dan Bulgaria di Barat dan Utara, Azerbaijan di Timur Laut, Suriah dan Irak di Selatan serta Iran di Tenggara. Sebagai negara bekas jantung tempat salah satu kekhalifahan terbesar Islam, maka keterikatan Turki terhadap Islam berlangsung sangat kuat sebab mereka adalah bangsa terkemuka di dunia Islam selama beratus-ratus tahun lamanya. Ini berarti bahwa perkembangan Islam di Turki dalam perspektif sejarah sangat menarik untuk diuraikan dan dikaji lebih lanjut.

 

 



PEMBAHASAN

1.     Sejarah awal berdirinya Turki dan Perkembangannya

Negara Turki yang kita kenal dengan Republik Turki, keberadaannya telah mengalami babakan sejarah yang cukup panjang, bermula dari berdirinya Kerajaan Turki Ustmani pada periode pertengahan. Masa kemajuannya dihitung dari mulai digerakkannya ekspansi ke wilayah baru yang belum ditundukkan oleh pendahulu bangsa Turki. Keberhasilan mereka dalam memperluas wilayah kekuasaan serta terjadinya peristiwa-peristiwa penting merupakan suatu indikasi yang dapat dijadikan ukuran untuk menentukan kemajuan Turki dan sejarah perkembangan Islam di Turki.

Pendiri Turki adalah bangsa Turki sendiri dari kabilah Qayigh Oghus[3] salah satu anak suku Turki yang mendiami sebelah barat gurun Gobi, atau daerah Mongol dan daerah utara negeri Cina, yang dipimpin oleh Sulaiman. Dia mengajak anggota sukunya untuk menghindari ser-buan bangsa Mongol yang menyerang dunia Islam yang berada di bawah kekuasaan Dinasti Khawarizm pada tahun 1219-1220 M. Sulaiman dan anggota sukunya kemudian pindah ke arah barat dan meminta perlindungan Jalaluddin, pemimpin terakhir Dinasti Khawarizm di Transoxiana. Jalaluddin menyuruh Sulaiman agar pergi kearah barat (Asia Kecil). Kemudian mereka menetap di sana dan pindah ke Syam dalam rangka menghindari serangan mongol.

Dalam usahanya pindah ke Syam itu, pemimpin orang-orang Turki mendapat kecelakaan. Mereka hanyut di sungai Efrat yang tiba-tiba pasang karena banjir besar pada tahun 1228 M.[4]  Akhirnya mereka terbagi menjadi 2 kelompok, yang pertama ingin pulang ke negeri asalnya dan yang kedua meneruskan perjalanannya ke Asia Kecil. Kelompok kedua ini berjumlah 400 kepala keluarga yang dipimpin oleh Ertugril (Erthogrol) ibn Sulaiman. Mereka mengabdikan dirinya dirinya kepada Sultan Alauddin II dari Dinasti Saljuk Rum yang pusat pemerintahannya di Kuniya, Anatolia Asia Kecil. Pada saat itu, Sultan Alauddin II sedang menghadapi bahaya peperangan dari bangsa Romawi yang mempunyai kekuasaan di Romawi Timur (Byzantium). Dengan bantuan dari bangsa Turki pimpinan Erthogrol, Sultan Alauddin II dapat mencapai kemenangan. Atas jasa baik tersebut Sultan menghadiahkan sebidang tanah yang perbatasan dengan Bizantium. Sejak itu Erthogrol terus membina wilayah barunya dan berusaha memperluas wilayahnya dengan merebut wilayah Byzantium.[5]

Pada tahun 1288 Erthogrol meninggal dunia, dan meninggalkan putranya yang bernama Usman, yang diperkirakan lahir pada 1258 M. Usman inilah yang ditunjuk oleh Erthogrol untuk meneruskan kepemimpinannya dan disetujui serta didukung oleh Sultan Saljuk pada saat itu. Nama 'Usman' inilah yang nanti diambil sebagai nama untuk Kerajaan Turki Usmani. Usman ini pula yang dianggap sebagai pendiri Dinasti Usmani. Sebagaimana ayahnya, Usman banyak berjasa kepada Sultan Alauddin II. Kemenangan-kemenangan dalam setiap pertempuran dan peperangan diraih oleh Usman. Dan berkat keberhasilannya maka benteng-benteng Bizantium yang berdekatan dengan Broessa dapat ditaklukkan. Keberhasilan Usman ini membuat Sultan Alauddin II semakin simpati dan banyak memberi hak istimewa pada Usman. Bahkan Usman diangkat menjadi gubernur dengan gelar Bey, dan namanya selalu disebut dalam doa setiap khutbah Jumat.[6] Penyerangan bangsa Mongol pada tahun 1300 M ke wilayah kekuasaan Saljuk Rum mengakibatkan terbunuhnya Sultan Saljuk tanpa meninggalkan putra sebagai pewaris kesultanan.[7] Dalam keadaan kosong itulah, Usman memerdekakan wilayahnya dan bertahan terhadap serangan bangsa Mongol. Usman memproklamirkan kemerdekaan wilayahnya dengan nama Kesultanan Usmani.

Dengan jatuhnya jazirah Arab, maka imperium Turki Usmani mempunyai wilayah yang luas sekali, terbentang dari Budapest di pinggir sungai Thauna, sampai ke Aswan dekat hulu sungai Nil, dan dari sungai Efrat serta pedalaman Iran, sampai Babel-Mandeb di selatan jazirah Arab.[8] Selama masa kesultanan Turki Usmani (1299-1942 M) sekitar 625 tahun berkuasa tidak kurang dari 38 Sultan. Dalam hal ini, Mughni membagi sejarah perkembangan Turki Usmani menjadi lima periode, yaitu:

1.             Periode pertama (1299-1402), yang dimulai dari berdirinya kerajaan, ekspansi pertama sampai kehancuran sementara oleh serangan timur yaitu dari pemerintahan Usman I sampai pemerintahan Bayazid.

2.                 Periode kedua (1402-1566), ditandai dengan restorasi kerajaan dan cepatnya pertumbuhan sampai ekspansinya yang terbesar. Dari masa Muhammad I sampai Sulaiman I.

3.                 Periode ketiga (1566-1699). Periode ini ditandai dengan kemampuan Usmani untuk mempertahankan wilayahnya. Sampai lepasnya Honggaria. Namun, kemunduran segera terjadi dari masa pemerintahan Salim II sampai Mustafa II.

4.                 Periode keempat (1699-1838). Periode ini ditandai degan berangsur-angsur surutnya kekuatan kerajaan dan pecahnya wilayah yang di tangan para penguasa wilayah, dari masa pemerintahan Ahmad III sampai Mahmud II.

5.                 Periode kelima (1839-1922). Periode ini ditandai dengan kebangkitan kultural dan administrasi dari negara di bawah pengaruh ide-ide Barat, dari masa pemerintahan Sultan A. Majid I sampai A Majid II.[9]

Pada periode yang terakhir ini, disebut sebagai periode era kon- temporer di mana Turki menjadi negara republik, dan tidak lagi sistem pemerintahannya berdasar pada kerajaan, dinasti, atau kekhalifahan sebagaimana yang telah berlangsung berabad-abad lamanya.

2.     Sejarah Perkembangan Islam di Turki Masa Lalu

Yang dimaksud sejarah perkembangan Islam di Turki masa lalu, adalah masa ketika Turki sebagai kerajaan Islam, atau masa-masa ketika Turki berada dalam periodesasi sejarah Islam, mulai periode pertama tahun 1299-1942 M, sampai periode keempat tahun 1699-1838 sebagaimana yang telah disinggung di atas. Perkembangan Islam dalam masa-masa tersebut dapat dilihat antara lain pada segi perkembangan wilayah Islam. Ketika Usman sebagai pemimpin kerajaan Turki, dan sesaat setelah dia mengumumkan dirinya sebagai Padisyah al-Usman (raja besar keluarga Usman) pada tahun 1300 M, dia memulai mengembangkan wilayah Islam. Perluasan wilayah (ekspansi) para Sultan Usmani menjadi sebuah model. Hal ini berlangsung paling tidak sampai dengan masa pemerintahan Sulaiman I. Untuk mendukung hal itu, Orkhan membentuk pasukan tangguh yang dikenal dengan Inkisyariyah. Pasukan Inkisyariyah adalah tentara utama Dinasti Usmani yang terdiri dari bangsa Georgia dan Armenia yang baru masuk Islam.[10] Ternyata, dengan pasukan tersebut seolah-olah Dinasti Usmani memiliki mesin perang yang paling kuat dan memberikan dorongan yang besar sekali bagi penaklukan negeri-negeri non Muslim. Maka, pada masa Orkhan I Kerajaan Turki Usmani dapat menaklukkan Azmir (Asia Kecil) pada tahun 1327, Thawasyani (1330), Uskandar (1338), Ankara (1354), dan Gholipolli (1356). Daerah-derah ini adalah bagian dunia Eropa yang pertama kali dapat dikuasai Kerajaan Usmani.[11]

Puncak ekspansi terjadi pada masa Sultan Muhammad II yang dikenal dengan gelar al-Fatih (sang penakluk). Pada masanya dilakukan ekspansi kekuasaan Islam secara besar-besaran. Kota penting yang berhasil ditaklukannya adalah Konstantinopel (kota kerajaan Romawi Timur) yang ditaklukkan pada tahun 1453 M. setelah ditaklukkan, kota tersebut diubah namanya menjadi Istambul (tahta Islam). Kejatuhan Konstantinopel ke tangan Dinasti Usmani memudahkan tentara Usmani menaklukkan wilayah lainnya, seperi Serbia, Albania, dan Hongaria.

Sultan Muhammad meninggal pada tahun 1481 M dan digantikan oleh putranya Bayazid II. Berbeda dengan ayahnya, Sultan Bayazid II lebih mementingkan kehidupan tasawuf dari pada penaklukkan wilayah dan perang. Hal ini menimbulkan perselisihan yang panjang dan pada akhirnya Sultan Bayazid II mengundurkan diri dari kursi kesultanan pada tahun 1512 M. Ia digantikan oleh putranya Salim I. Pada masa Sultan Salim I pemerintahan Usmani bertambah luas hingga menembus Afrika Utara, Syiria dapat ditaklukkan, dan Mesir yang diperintah oleh kaum Mamalik ditundukkan pada tahun 1517 M. Sejak masa ini para Sultan Usmani menyandang gelar khalifah.[12]

Ada beberapa faktor yang menyebabkan kesuksesan Dinasti Turki Usmani dalam perluasan wilayah Islam, dan antara lain

1.     Kemampuan orang-orang Turki dalam strategi perang terkombinasi dengan cita-cita memperoleh ghanimah, harta rampasan perang;

2.     Sifat dan karakter orang Turki yang selalu ingin maju dan tidak pernah diam, serta gaya hidupnya yang sederhana, sehingga memudahkan untuk tujuan penye- rangan;

3.     Semangat jihad dan ingin mengembangkan Islam;

4.     Letak Istambul yang sangat strategis sebagai ibukota kerajaan juga sangat menunjang kesuksesan perluasan wilayah ke Eropa dan Asia. Istambul terletak antara dua benua dan dua selat (selat Bosphaoras dan selat Dardanala), dan pernah menjadi pusat kebudayaan dunia, baik kebudayaan Macedonia, kebudayaan Yunani maupun kebudayaan Romawi Timur;

5.     Kondisi kerajaan-kerajaan di sekitarnya yang kacau memudahkan Dinasti Usmani mengalahkannya.

 

3.     Sejarah Perkembangan Islam di Turki Masa reformasi

 

Kelahiran Republik Turki yang diproklamirkan oleh Mustafa Kemal pada 29 Oktober 1923 yang ditandai dengan beralihnya Turki ke masa reformasi; republik ini merupakan metamorfosis dari imperium Usmani yang lain sama sekali. Keputusan Mustafa Kemal untuk membentuk Turki sebagai sebuah negara sekuler modern didasarkan kepada kekecewaannya yang sangat mendalam terhadap sistem kekhalifahan sebelumnya. Akhirnya, pada 3 Maret 1924 ia membubarkan institusi yang telah ada sejak masa lalu.[13] Jadi, sistem pemerintahan Turki di era ini bukan lagi sistem dinasti, tetapi berdasar pada pokok populisme (kerakyatan). Dengan demikian, kedaulatan Turki di masa reformasi diberikan kepada rakyat, dan sistem kekhalifahan sudah tidak diterapkan lagi di Turki.

Walaupun jauh sebelumnya, Islam telah berkembang pesat di Turki, dan memasuki masa reformasi atau masa peralihan dari kekhalifahan ke republik pada dekade 1920-an dan 1930-an Islam semakin mengalami perkembangan signifikan, sebab memang dalam sejarahnya, mayoritas bangsa Turki adalah Muslim. Komposisi penduduk di dalam batas-batas Republik Turki berubah secara dramatis, dan sensus tahun 1927 jumlah penduduk non-Muslim berkurang dari 20% menjadi 2,6%, dan terus berkurang setelah itu.[14] Sebaliknya, populasi umat Islam terus berkembang. Pada sensus terakhir di tahun 2000, umat Islam mencapai angka 98%.[15] Tentu saja sampai saat ini, tahun 2007 jumlah populasi tersebut tetap bertahan dan bahkan meningkat untuk tidak mengatakan bahwa penduduknya adalah Muslim semua.

Perkembangan Islam dari aspek lain di Turki adalah termasuk dari segi penerapan hukum Islam yang diatur oleh undang-undang negara tersebut. Misalnya, undang-undang keluarga 1924 mengharamkan poligami, menjadikan suami dan istri berkedudukan sama dalam perceraian harus dijatuhkan di pengadilan dengan syarat-syarat tertentu tidak semata-mata hak prerogatif suami. Konstitusi menegakkan hak persamaan wanita dalam pendidikan dan dalam pekerjaan, dan pada tahun 1934 kaum wanita diberi hak untuk dicalonkan dalam pemilihan nasional.[16] Perkembangan dari segi lain, adalah bahwa di Turki dimasa reformasi, lahir partai-partai Islam yang mewadahi aspirasi umat dan mengontrol jalannya sistem pemerintahan.

Perkembangan Islam di Turki di era kontemporer ini merupakan instrumen bagi kebijakan pemerintah. Ia diakui sebagai komponen vital dalam kandungan budaya bangsa dan digalang untuk meningkatkan persatuan nasional, serta mengajarkan secara perlahan-lahan kebajikan kewarganegaan. Shalat, khususya shalat Jumat di masjid-masjid, didukung pelaksanaannya karena ia mengajarkan secara perlahan-lahan disiplin rasa bermasyarakat. Demikian pula puasa membangun ketabahan dan kesabaran, sementara membayar zakat mendorong rasa murah hati seseorang. Materi khutbah Jumat di Turki ditulis secara khusus untuk mengajarkan kepada masyarakat yang pergi ke masjid, terutama yang buta huruf perihal tugas-tugas warga negara. Dikatakan kepada mereka bahwa kewajiban agama meliputi membayar pajak, mengikuti wajib militer, bekerjasama dengan pemerintah, dan menjadi warga negara yang setia serta patuh. Islam di Turki dewasa ini ditampilkan sebagai sebuah agama rasional dan ilmiah.[17]

Demikianlah Islam di Turki dengan aktivitas ritual keislamannya yang terus tersosialisai merupakan simbol perkembangan Islam itu sendiri di negara tersebut. Salah satu pelajaran besar yang amat berharga bagi perkembangan dunia Islam pada umumnya adalah, bahwa Turki telah melakukan reformasi sejarah, yang bermuara pada kenyataan bahwa hampir seluruh penduduknya muslim. Hal tersebut sesungguhnya telah berproses lama sejak masa kerajaaan Turki Usmani sampai masa kini di era kontemporer.

 

  

KESIMPULAN

Berdasar pada pemaparan yang telah diuraikan maka disimpulkan bahwa Turki masa sekarang yang dikenal dengan Republik Turki (Re- public of Turkey) adalah sebuah negara sekuler yang berawal dari warisan Kerajaan Turki Usmani. Negara ini sejak dalam bentuk kerajaaan atau dinasti telah mengalami babakan perkembangan sejarah dalam lima periode. Periode pertama, tahun 1299-1402, dimulai dari berdirinya kerajaan. Periode Kedua, tahun 1402-1566, ditandai dengan restorasi kerajaan. Periode ketiga, tahun 1566-1699, ditandai dengan kemam- puan Usmani untuk mempertahankan wilayahnya. Periode keempat, tahun 1699-1838, ditandai degan berangsur-angsur surutnya kerajaan kemudian mengalami lagi kemajuan. Periode kelima, tahun 1839-1922, ditandai dengan kebangkitan kultural. Pada periode yang terakhir ini disebut sebagai periode era kontemporer di mana Turki menjadi negara republik, dan tidak lagi sistem pemerintahannya berdasar pada kerajaan, dinasti, atau kekhalifahan sebagaimana yang telah berlangsung berabad- abad lamanya.

Dalam sejarah perkembangan Islam di Turki masa lalu, ketika Turki sebagai wilayah kerajaan Islam, Islam sendiri mengalami perkembangan yang sejalan dengan perkembangan. Kemajuan yang dicapai Turki ketika itu antara lain perkembangan wilayah Islam, sosial politik, administrasi pemerintahan, militer, dan umat Islam juga mencapai perkembangan di bidang ekonomi. Demikian seterusnya Turki dan umat Islam berkem- bang dan maju dalam berbagai bidang sampai Turki memasuki masa reformasi di era kontemporer di mana Turki bukan lagi pemeritahannya berdasarkan pada sistem kerajaan atau dinasti. Sejak diproklamirkan oleh Mustafa Kemal pada 29 Oktober 1923, Turki memasuki masa refor- masi atau masa peralihan dari kekhalifahan ke republik. Kemudian, pada dekade 1920-an dan 1930-an Islam semakin mengalami perkembangan yang signifikan di Turki. Komposisi penduduk di dalam batas-batas Republik Turki berubah secara dramatis, dan sensus tahun 1927 jumlah penduduk non-muslim berkurang dari 20% menjadi 2,6%, dan terus berkurang setelah itu. Sebaliknya populasi umat Islam terus berkem- bang, dan sensus terakhir pada tahun 2000, umat Islam mencapai angka 98%. Tentu saja sampai saat ini, tahun 2007 jumlah populasi tersebut tetap bertahan dan bahkan meningkat untuk tidak mengatakan bahwa penduduknya adalah muslim semua. Perkembangan lainnya dapat di- lihat dari penerapan hukum Islam yang berjalan dengan baik, dan di sisi lain terbentuk partai-partai yang mewadahi aspirasi kepentingan Islam dan kemajuan negara Turki itu sendiri. Lebih dari itu, pelaksanaan ritual keagamaan di Turki tersosialisasi dengan baik tanpa ada hambatan, dan kesemuanya ini merupakan simbol perkembangan Islam di Turki dewasa ini, di era kontemporer.


DAFTAR PUSTAKA

Brockkmann, Carl. History of the Islamic Peoples. London: Routledge & Kegan Paul, 1982.

Esposito, John L. The Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic World.

Jilid VI. Oxford: Oxford Univercity Press, 1995.

Gayo, Iwan (ed.). Buku Pintar Seri Senior Plus 20 Negara Baru. Cet. VI. Jakarta: Dipayana, 2000.

Hamka. Sejarah Umat Islam III. Jakarta: Bulan Bintang, 1981.

Hasan, Ibrahim Hasan. Mausu’at al-Tarikh al-Islami V. Kairo: Maktabah al-Nahdhah al-Misriyah, 1967.

Hasan, Ibrahim Hasan. Tarikh al-Islami. Kairo: Maktabah al-Nahdhah al-Misriyah, 1976.

Lapidus, Ira M. Sejarah Sosial Umat Islam. Jakarta: Raja Grafindo Per- sada, 1999.

Maryam, Siti, et.al. Sejarah Pearadaban Islam dari Masa Klasik hingga Modern. Yogyakarta: LESFI, 2002.

Mughni, A. Syafiq. Sejarah Kebudayaan di Turki. Jakarta: Logos, 1997.

Nasution, Harun. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid I. Cet. V. Jakarta: UI Press, 1985.

Syalabi, Ahmad. Mausu’ah al-Tarikh al-Islami. Kairo: Maktabah al-Nah- dhat al-Mishriyah, tth.

Thohir, Ajid. Perkembangan Peradaban Islam di Kawasan Dunia Islam.

Cet. I. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002.

Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Cet. VIII. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002.



[1] Ada tiga periode sejarah perjalanan Islam: (a) periode klasik [650-1250], (b) periode pertengahan [1250-1800 M], dan (c) periode modern [1800-sekarang]. Untuk penjelasan lebih lanjut lihat Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, Cet. ke-5 (Jakarta: UI-Press, 1985), 56-58.

[2] Al-Khudhari. (2016). Bangkit Dan Runtuhnya Daulah Abbasiyah. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar

 

[3] John L. Esposito, The Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic World, VI (Oxford: Oxford Univercity Press, 1995), 63; lihat juga Hasan Ibrahim Hasan, Tarikh al-Islami, IV (Kairo: Maktabah al-Nahdhah al-Misriyah, 1976), 324.

[4] A. Syafiq Mughni, Sejarah Kebudayaan di Turki (Jakarta: Logos, 1997), 51.

[5] Siti Maryam, et.al., Sejarah Pearadaban Islam dari Masa Klasik hingga Modern (Yogyakarta: LESFI, 2002), 132.

[6] Mughni, Sejarah Kebudayaan di Turki, 52.

[7] Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai, 45.

[8] Ahmad Syalabi, Mausu’ah at-Tarikh al-Islami (Kairo: Maktabah al-Nahdhat al-Mishriyah, t.t.), 660.

[9] Mughni, Sejarah Kebudayaan di Turki, 54.

[10] Hamka, Sejarah Umat Islam III (Jakarta: Bulan Bintang, 1981), 59.

[11] Yatim, Sejarah Peradaban Islam, 131.

[12] Brockkmann, History of the Islamic Peoples, 328-329

[13] Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban Islam di Kawasan Dunia Islam, Cet. I (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), 219.

[14] Esposito, The Oxford Encyclopedia, 64.

[15] Iwan Gayo (ed.), Buku Pintar Seri Senior Plus 20 Negara Baru, Cet. VI (Jakarta: Dipayana, 2000), 581.

[16] Lapidus, Sejarah Sosial Umat, 92.

[17] Esposito, The Oxford Encyclopedia, 65.

Ditulis Oleh : Marzuki Na'ma, S. Kom // Maret 25, 2022
Kategori:

0 comments:

Posting Komentar

 

Wikipedia

Hasil penelusuran

Blogroll

Diberdayakan oleh Blogger.