MATA KULIAH Studi Hadis Hukum Keluarga |
DOSEN PENGAMPU 1. Prof Dr. H. Fahmi Al-Amruzi.M.Hum 2. Dr. Rahmat Solihin.M.Ag |
KONSEP KHITBAH, KRITERIA CALON ISTRI
DAN PEREMPUAN YANG HARAM DINIKAHI
DALAM PRESFEKTIF HADIS NABI MUHAMMAD SAW
OLEH
Syaban Husin Mubarak
NIM : 210211050119
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI
BANJARMASIN
PASCASARJANA
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Karunianya, sehingga penulis bisa menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Studi Hadis Hukum Keluarga dalam program Pascasajrana Perodi Hukum Keluarga tahun 2021 di UIN Antasari Banjarmasin, dengan tema konsep khitbah, kriteria calon istri dan perempuan yang haram dinikahi dalam presfektif hadis Nabi Muhammad SAW.
Bahwa penulis sadari didalam tulisan ini tentunya belum sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat untuk membangun dan memperbaiki sangatlah diharapkan demi kesempurnaan makalah yang disajikan penulis ini, dalam hal ini penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis terlebih lagi para pembaca pada umumnya.
Penyaji/Penulis
Syaban Husin Mubarak
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ----------------------------------------------------- 2
DAFTAR ISI--------------------------------------------------------------- 3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang --------------------------------------------------------- 4
B. Rumusan Masalah ----------------------------------------------------- 5
C. Tujuan ------------------------------------------------------------------ 5
BAB II PEMBAHASAN
Hadis-Hadis
1. Larangan mengkhitbah di atas pinangan orang lain ............. 6
2. Memilih calon istri .................................................................. 7
3. Perempuan yang haram dinikahi ........................................... 9
BAB III PENUTUP
SIMPULAN ---------------------------------------------------------------- 14
DAFTAR PUSTAKA ----------------------------------------------------- 15
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan ini kita ketahui bahwa Allah SWT menciptakan segala sesuatu-Nya dengan saling berpasang-pasangan, ada siang dan malam, langit dan bumi, jantan dan betina, positif dan negatif serta menciptakan manusia dari jenis laki-laki dan perempuan.
Allah SWT menciptakan manusia untuk saling mengenal satu sama lain sehingga dapat melahirkan keturunan, salah satu cara yang sah untuk mendapatkan keturunan atau membangun rumah tangga dan melahirkan keturunan yang sejalan dengan fitrah seorang manusia adalah dengan pernikahan.
Tujuan pernikahan sebagaimana yang diisyaratkan dalam Al-Quran, Hadis dan Undang-Undang dapat diwujudkan dengan baik dan sempurna jika pernikahan tersebut dilalui dengan proses-proses dan ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh agama, dan mengetahui cara serta larangan yang mengarah kepada sahnya sebuah pernikahan.
Islam memandang bahwa pernikahan bukan hanya urusan perdata, bukan pula masalah budaya atau hanya sekedar urusan keluarga, tetapi ini adalah sebuah peristiwa hukum dan agama, tentunya dilakukan untuk memenuhi sunnah Allah SWT dan Sunnah Nabi SAW serta dilaksanakan dengan pentunjuk Allah SWT dan Nabi SAW.
Islam mempunyai konsep-konsep sebelum memasuki jenjang pernikahan salah satu konsep untuk mencapai tujuan pernikahan tersebut Islam memberikan petunjuk tentang cara peminangan (khitbah) serta memberikan petunjuk kriteria calon istri dan perempuan mana saja yang haram untuk dinikahi oleh seorang laki-laki.
Dalam makalah ini kita akan mencoba melihat dari sudur pandang hadis-hadis Nabi Muhammad SAW bagaimana konsep seorang laki-laki ketika meminang (Khitbah) seorang perempuan serta perlu kita ketahui kriteria calon istri seperti apa saja yang dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW dan perempuan-perempuan siapa saja yang dilarang untuk dinikahi oleh seorang laki-laki.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penulisan makalah ini, maka dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana hadis tentang Khitbah serta syarat/kritera calon istri ?
2. Bagaimana hadis tentang perempuan yang haram dinikahi ?
3. Bagaimana kualitas hadis-hadis tentang khitbah, syarat /kriteria calon istri dan perempuan yang haram dinikahi ?
C. Tujuan Penulisan
Dalam penulisan makalah ini tentunya mempunyai tujuan sebagaimana dimaksud :
1. Untuk mengetahui hadis khitbah, calon istri dan permpuan yang haram dinikahi.
2. Mengetahui bagaimana Konsep dasar khitbah, kritera calon istri dan perempuan yang haram dinikahi dalam presfektif Hadis Nabi Muhammad SAW.
3. Mengetahui kualitas hadis-hasdis tentang khitbah, kritera calon istri dan perempuan yang haram dinikah.
BAB II
PEMBAHASAN
Hadis-Hadis
1. Larangan mengkhitbah di atas pinangan orang lain
a. Matan hadis
عن ابى هرير قال قتيبة يبلغ به النبي صلى الله عليه و سلم و قال احمد قال رسول الله صلى على وسلم لا يبيع الرجل على بيع اخيه و لا يخطب على خطبة اخيه
Artinya :
Dari Abu Hurairah Qutaibah berkata ; sampai kepadanya dari Nabi SAW. Ahmad berkata Rasulullah SAW bersabda : Tidak boleh seseorang menjual (barang yang telah dijual) kepada orang lain. Tidak boleh seseorang meminang (wanita) yang telah dipinang saudaranya,” (HR Sunan A-Tirmizi)
b. Takhrij Hadis
Langkah awal dari penelitian hadis, menelusuri letak hadis pada kitab-kitab primer (mashadir ashliyah) yang mencatumkan hadis secara lengkap dengan sanadnya.
Adapun hadis tersebut diatas tentang larangan mengkhitbah diatas pinangan orang lain didapat pula di dalam kitab Sahih Muslim kitab nikah bab 5 juz 2 halaman 138. Kitab buyu’ bab 8 juz 3 halaman 5.
c. Kualitas Hadis
Kualitas hadis diyakini memiliki sanad hadis yang shahih apabila memenuhi beberapa syarat yaitu : a. Sanad bersambung (Ittisal al-sanad), b keaadilan para rawi (adalah al-ruwat), c kesempurnaan hafalan perawi (Tam al Dabt).
Adapun hadis diatas dinilai sahih karena syarat tersebut terpenuhi, terlebih lagi hadis ini juga diriwayatkan oleh imam bukhari dan imam Muslim dalam kitab sahihnya.
d. Konsep Khitbah
Bahwa khitbah merupakan penyampaian niat untuk menikah secara ma’ruf, baik itu seorang laki-laki kepada perempuan ataupun sebaliknya, pada prinsipnya khitbah yang telah dilakukan oleh seorang laki-laki terhadap perempuan belum berakibat hukum, tetap dilarang untuk berkhalwat (bersepi-sepi) sampai dengan melangsungkan akad nikah.
Adapun memurut ulama fiqih hukum khitbah itu adalah mubah (boleh), dengan syarat selama tidak ada larangan syarat untuk meminang perempuan tersebut sesuai anjuran Nabi Muhammad SAW dalam hadis yang telah kita bahas, yaitu : 1) seperti perempuan yang sudah menjadi istri orang lain, 2) perempuan yang dikhitbah tidak dalam khitbah orang lain, 3) perempuan yang dikhitbah bukan termasuk perempuan yang diharamkan untuk dinikahi, 4) perempuan yang khitbah tidak masuk dalam masa iddah talak raj’i karena yang lebih berhak menikahinya adalah mantan suami.
2. Memilih calon istri
a. Matan Hadis
حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَمُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَعُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ سَعِيدٍ قَالُوا حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ أَخْبَرَنِي سَعِيدُ بْنُ أَبِي سَعِيدٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ[1]
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Harb(1), Muhammad bin Al Mutsanna dan 'Ubaidullah bin Sa'id mereka berkata; Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id dari 'Ubaidillah telah mengabarkan kepadaku Sa'id bin Abu Sa'id dari ayahnya dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: "Seorang wanita dinikahi karena empat perkara; karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya, maka pilihlah karena agamanya, niscaya kamu beruntung." (HR. Bukhari dan Muslim)
b. Takhrij Hadis
Bahwa hadis tentang bagaimana cara seorang laki-laki untuk memilih pasangan hidup atau istri terdapat didalam beberapa kitab imam Bukhari hadis nomor 4700, Imam Abu Daud nomor 1751, Sunan Na’sai nomor 3178, Sunan Ibnu Majah nomor 1848.
c. Kualitas Hadis
Zuhair bin Harb bin Syaddad, Al Harasyiy An Nasa'iy, Abu Khaitsamah, Tabi'ul Atba' kalangan tua, wafat tahun 234 H, hidup di Baghdad, wafat di Baghdad.
Muhammad bin Al Mutsannaa bin 'Ubaid, Al 'Anaziy, Abu Musa, Az Zaman, Tabi'ul Atba' kalangan tua, wafat tahun 252 H, hidup di Bashrah.
Ubaidullah bin Sa'id binYahya, Al Yasykuriy As Sarakhsiy, Abu Qudamah, Tabi'ul Atba' kalangan tua, wafat tahun 241 H, hidup di Himsh.
Yahya bin Sa'id bin Farrukh, Al Qaththan At Tamimiy, Abu Sa'id, Al Ahwal, Tabi'ut Tabi'in kalangan biasa, wafat tahun 198 H, hidup di Bashrah, wafat di Bashrah.
Ubaidullah bin 'Umar bin Hafsh bin 'Ashim bin 'Umar bin Al Khaththab, Al 'Adawiy Al 'Umariy, Abu 'Utsman, Tabi'in kalangan biasa, wafat tahun 147 H, hidup di Madinah, wafat di Madinah.
Sa'id bin Abi Sa'id Kaisan, Al Maqburiy, Abu Sa'ad, Tabi'in kalangan pertengahan, wafat tahun 123 H, hidup di Madinah, wafat di Madinah.
Kaisan, Al Maqburiy, Abu Sa'id, Shahibu Al 'Uba', Tabi'in kalangan tua, wafat tahun 100 H, hidup di Madinah, wafat di Madinah.
Abdur Rahman bin Shakhr, Ad Dawsiy Al Yamaniy, Abu Hurairah, Shahabat, wafat tahun 57 H, hidup di Madinah, wafat di Madinah.
Dilihat dari segi perawinya yang kita lihat bersambung antara perawi yang satu dengan satunya, dan sudah bisa dipastikan bertemu dan ditulis oleh imam muslim dan bukhari yang tidak diragukan lagi ke sahihan hadis tersebut.
d. Konsep Calon istri
Dalam hadis tersebut Rasulullah SAW dengan jelas memaparkan tentang alasan seorang lelaki untuk menikahi seorang perempuan dengan ciri-ciri atau kreteria dilihat adalah karena hartanya, keturunannya, kecantikanya, dan pada agamanya, akan tetapi dari empat ciri-ciri tersebut pertimbangan yang paling utama adala faktor agama. Karena sesunggunya harta, keturunan dan kecantikan, bisa menjadi penyebab tidak keharmonisan kehidupan rumah tangga[2]
3. Perempuan yang haram dinikahi
a. Matan Hadis
و حَدَّثَنِي
حَرْمَلَةُ بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي يُونُسُ عَنْ ابْنِ
شِهَابٍ أَخْبَرَنِي قَبِيصَةُ بْنُ ذُؤَيْبٍ الْكَعْبِيُّ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا
هُرَيْرَةَ يَقُولُا
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ
يَجْمَعَ الرَّجُلُ بَيْنَ الْمَرْأَةِ وَعَمَّتِهَا وَبَيْنَ الْمَرْأَةِ
وَخَالَتِهَا
قَالَ ابْنُ شِهَابٍ فَنُرَى خَالَةَ أَبِيهَا وَعَمَّةَ
أَبِيهَا بِتِلْكَ الْمَنْزِلَةِ
Artinya :
Telah menceritakan kepada kami Harmalah bin Yahya telah mengabarkan kepada kami Ibnu Wahab telah mengabarkan kepadaku Yunus dari Ibnu Syihab telah mengabarkan kepadaku Qabishah bin Dzu`aib AlKa'bi bahwa dia pernah mendengar Abu Hurairah berkata; Ibnu Syihab berkata; kami memandang bibi dari jalur ayah dengan bibi dari jalur ibu sama derajatnya.
b. Takhrij Hadis
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang seseorang memoligami perempuan dengan bibinya sekaligus (baik dari saudara ibu atau ayah).
Bahwa hadis tentang larangan mengumpulkan istri dengan bibinya sudah begitu masyhur dikalangan para muhadisin, sehingga hadis yang serupa begitu banyak terdapat didalam kitab imam Bukhari hadis nomor 4718 Shahih Muslim: 2521, Sunan Abu Daud: 1769, Sunan Nasai: 3236, Sunan Nasai: 3237, Sunan Ibnu Majah: 1920, Musnad Ahmad: 8836, 9458, 9573, 9614, Musnad Darimi: 2084.
c. Kualitas Hadis
Dari segi perawi hadis akan kita uraikan sebagai berikut :
Harmalah bin Yahya bin 'Abdullah bin Harmalah, Abu Hafsh , Tabi'ul Atba' kalangan pertengahan, wafat tahun 244 H, hidup di Maru.
Abdullah bin Wahab bin Muslim, Al Qurasyiy, Abu Muhammad, Tabi'ut Tabi'in kalangan biasa, wafat tahun 197 H, hidup di Maru, wafat di Maru.
Yunus bin Yazid bin Abi An Najjad, Al Ayliy, Abu Zaid, Tabi'ut Tabi'in kalangan tua, wafat tahun 159 H, hidup di Syam, wafat di Maru.
Muhammad bin Muslim bin 'Ubaidillah bin 'Abdullah bin Syihab, Al Qurasyiy Az Zuhriy, Abu Bakar, Tabi'ut Tabi'in kalangan pertengahan, wafat tahun 124 H, hidup di Madinah.
Qabishah bin Dzu'aib bin Halhalah, Al Khuza'iy Al Madaniy, Abu 'Abdullah'id, Shahabat, wafat tahun 86 H, hidup di Syam, wafat di Syam.
Abdur Rahman bin Shakhr, Ad Dawsiy Al Yamaniy, Abu Hurairah, Shahabat, wafat tahun 57 H, hidup di Madinah, wafat di Madinah.
Muhammad bin Muslim bin 'Ubaidillah bin 'Abdullah bin Syihab, Al Qurasyiy Az Zuhriy, Abu Bakar, Tabi'ut Tabi'in kalangan pertengahan, wafat tahun 124 H, hidup di Madinah.
Banyaknya hadis ini yang diriwayatkan dari berbagai sumber sehingga ke sahihah hadis tidak diragukan lagi, dan hadis ini tidak bertentangan dengan Al-Quran.
d. Perempuan yang haram untuk dinikahi
Berdasarkan Al-Quran diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan, [QS.An-Nisaa:23].
Berdasarkan surat di atas dapat dikelompokan sebagai berikut:
1. Ibu. Merupakan wanita yang sudah melahirkannya. Termasuk juga nenek, baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu dan seterusnya ke atas.
2. Anak perempuan. Yang dimaksud adalah wanita yang lahir karenanya, termasuk cucu perempuan dari pihak laki-laki maupun dari pihak perempuan dan seterusnya ke bawah.
3. Saudara perempuan, seayah seibu, seayah saja atau seibu saja.
4. ‘Ammah, yaitu saudara perempuan ayah, baik saudara kandung, saudara seayah saja atau saudara seibu saja.
5. Khaalah, yaitu saudara perempuan ibu, baik saudara kandung, saudara seayah saja atau saudara seibu saja.
6. Anak perempuan dari saudara laki-laki (keponakan), dan seterusnya ke bawah.
7. Anak perempuan dari saudara perempuan (keponakan), dan seterusnya ke bawah.
Allah SWT juga mengharamkan pria menikah dengan wanita sepersusuan.Hal ini dijelaskan dalam QS. An-Nisa : 23 yang artinya. haramkan atas kamu ibumu yang menyusui kamu dan saudara-saudara perempuan sepesusuan. [QS. An-Nisa : 23].
Pria juga mengharamkan menikahi wanita karena hubungan mushaharah (perkawinan) seperti yang dijelaskan dalam An-Nisaa’ : 23
Ibu-ibu istrimu (mertua), anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan) maka tidak berdosa kamu mengawininya, (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu). [QS. An-Nisaa’ : 23]
Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh). [An-Nisaa’ : 22]
Dari dalil-dalil di atas dapat dipahami bahwa wanita yang haram dinikahi karena hubungan mushaharah adalah sebagai berikut :
1. Mertua perempuan dan seterusnya ke atas.
2. Anak tiri, dengan syarath kalau telah terjadi hubungan kelamin dengan ibu dari anak tiri tersebut.
3. Menantu, yakni istri anaknya, istri cucunya dan seterusnya ke bawah.
4. Ibu tiri, yakni bekas istri ayah (Untuk ini tidak disyarathkan harus telah ada hubungan kelamin antara ayah dan ibu tiri tersebut).
BAB III
PENUTUP
Simpulan
· Bahwa hukum khitbah itu adalah mubah (boleh), dengan syarat selama tidak ada larangan syarat untuk meminang perempuan tersebut sesuai anjuran Nabi Muhammad SAW dalam hadis yang telah kita bahas, yaitu : 1) seperti perempuan yang sudah menjadi istri orang lain, 2) perempuan yang dikhitbah tidak dalam khitbah orang lain, 3) perempuan yang dikhitbah bukan termasuk perempuan yang diharamkan untuk dinikahi, 4) perempuan yang khitbah tidak masuk dalam masa iddah talak raj’i karena yang lebih berhak menikahinya adalah mantan suami.
· Untuk seorang lelaki menikahi seorang perempuan dengan ciri-ciri atau kreteria dilihat adalah karena hartanya, keturunannya, kecantikanya, dan pada agamanya, akan tetapi dari empat ciri-ciri tersebut pertimbangan yang paling utama adala faktor agama.
· Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang seseorang mempoligami perempuan dengan bibinya sekaligus (baik dari saudara ibu atau ayah).
DAFTAR PUSTAKA
Maqosid, jurnal studi hukum islam, vol 8.no 1 2019
Shohih Muslim, Juz 1- 4, Bairut darul fikri
Taher, Fitrah tesis Konsep Khitbah dalam presfektif hadis nabi Muhammad SAW, UIN Alaudin Makasar, 2018
0 comments:
Posting Komentar