Kamis, 14 Oktober 2021

HADIST TENTANG SYARAT DAN RUKUN PERNIKAHAN

 

 

MATA KULIAH                                 

Studi Hadits HK

 

 

DOSEN PENGAMPU

         1. Prof. Dr. H. Fahmi Al-AMruzi, M.Hum

                    2. Dr. Rahmat Solihin, M.Ag

 

 

 

 

“HADIST TENTANG SYARAT DAN RUKUN PERNIKAHAN”

 

 

 

 

OLEH :

YUSRAN 210211050120

 

 

 





 

 

 

 

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI BANJARMASIN
PASCASARJANA
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA 
BANJARMASIN
Tahun 2021

KATA PENGANTAR

 

Syukur alhamdulillah penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan berkah yang telah dilimpahkan-Nya sehingga makalah yang berjudul “Hadist Tentang Syarat dan Rukun Pernikahan” ini dapat selesai tepat pada waktunya.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diperlukan untuk menyempurnakan makalah ini. Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi diri penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.

 

 

 

 

 

 

Wassalam,

 

 

 

Penulis

 


DAFTAR ISI

 

Halaman Judul......................................................................................................... i

Kata Pengantar........................................................................................................ ii

Daftar Isi.................................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang.................................................................................................. 1

B.        Rumusan Masalah............................................................................................. 1

C.        Tujuan Penulisan............................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN

A.      Pengertian Pernikahan...................................................................................... 2

B.        Rukun dan Syarat Pernikahan.......................................................................... 4

C.        Hikmah dan Tujuan Pernikahan....................................................................... 6

BAB                                          III                                          PENUTUP Simpulan........................................................................................................................ 8

Saran...................................................................................................................... 8

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 9


BAB I PENDAHULUAN

A.         Latar Belakang

 

Sebagai umat islam yang bertaqwa kita tidak akan terlepas dari syari’at islam. Hokum yang harus dipatuhi oleh semua umat isalam di seluruh penjuru dunia. Baik laki-laki maupun perempuan tidak ada perbedaan di mata Allah SWT, tetapi yang membedakan hanyalah ketaqwaan kita.

Salah satu syari’at islam adalah tentang pernikahan hal ini sudah di atur dalam hokum islam, baik dalam Al-Qur’an maupun dalam hadist Rasulullah SAW. Pernikahan merupakan peristiwa yang yang sering kita jumpai dalam hidup ini, bahkan setiap hari banyak umat islam yang melakukan pernikahan, dimana pernikahan ini mencegah perbuatan yang melanggar norma-norma agama dan menghindari zina.

Terpenuhinya syarat dan hukum pernikahan mengakibatkan diakuinya keabsahan pernikahan tersebut baik menurut hukum agama, fiqih munakahat, dan pemerintah (kompilasi hukum islam). Bila salah satu syarat rukun tersebut tidak terpenuhi maka mengakibatkan tidak sahnya pernikahan menurut fiqih munakahat atau hukum islam

 

B.         Rumusan Masalah

1.     Apa pengertian pernikahan ?

2.     Apa saja rukun di dalam pernikahan tersebut ?

3.     Apa saja syarat-syarat pernikahan ?

4.     Dan lain-lain

 

C.         Tujuan Penulisan

1.     Memahami rukun-rukun nikah

2.     Mengetahui syarat-syarat nikah

3.     Memahami hikmah pernikahan


BAB II PEMBAHASAN

 

A.       Pengertian Pernikahan

 

Pernikahan   secara   bahasa   berasal   dari   kata   nikah   (   النكاح   ),   yang   artinya mengumpulkan. Menurut istilah fiqih dipakai perkataan nikah dan perkataan zawaj. Sedangkan menurut istilah Indonesia adalah perkawinan. Saat ini, seringkali dibedakan antara pernikahan dan perkawinan, akan tetapi pada prinsipnya pernikahan dan perkawinan hanya berbeda dalam menarik akar katanya saja.1 Sebagaimana yang dikemukakan oleh Rahmat Hakim, bahwa kata nikah berasal dari bahasa Arab nikahun yang merupakan masdar atau asal kata dari kata kerja (fi’il madhi) nakaha”. Sinonimnya adalah “tazawwaja”, yang kemudian diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai perkawinan.2

Pernikahan dalam Islam merupakan fitrah manusia dan merupakan ibadah bagi seorang muslim untuk dapat menyempurnakan iman dan agamanya. Dengan menikah, seseorang telah memikul amanah tanggung jawabnya yang paling besar dalam dirinya terhadap keluarga yang akan ia bimbing dan pelihara menuju jalan kebenaran. Pernikahan memiliki manfaat yang paling besar terhadap kepentingan-kepentingan sosial lainnya. Kepentingan sosial itu yakni memelihara kelangsungan jenis manusia, melanjutkan keturunan, melancarkan rezeki, menjaga kehormatan, menjaga keselamatan masyarakat dari segala macam penyakit yang dapat membahayakan kehidupan manusia serta menjaga ketenteraman jiwa.

Para ulama fiqih pengikut mazhab yang empat (Syafi’i, Hanafi, Maliki, dan Hanbali) pada umumnya mereka mendefinisikan perkawinan sebagai Akad yang membawa kebolehan (bagi seorang laki-laki untuk berhubungan badan dengan seorang perempuan) dengan (diawali dalam akad) lafazh nikah atau kawin, atau makna yang serupa dengan kedua kata tersebut.6

Pernikahan memiliki tujuan yang sangat mulia yaitu membentuk suatu keluarga yang bahagia, kekal abadi berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini sesuai dengan rumusan yang terkandung dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 pasal 1 bahwa: "Perkawinan merupakan ikatan lahir dan batin antara seorang wanita dengan seorang pria sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.".3

 




1 Sudarsono, Hukum Keluarga Nasional, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), hlm.62

2 Tihami, dkk, Fiqih Munakahat Kajian Fiqih Lengkap, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,2009), hlm.6

3 Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hal 7


Sesuai dengan rumusan itu, pernikahan tidak cukup dengan ikatan lahir atau batin saja tetapi harus kedua-duanya. Dengan adanya ikatan lahir dan batin inilah perkawinan merupakan satu perbuatan hukum di samping perbuatan keagamaan. Sebagai perbuatan hukum karena perbuatan itu menimbulkan akibat-akibat hukum baik berupa hak atau kewajiban bagi keduanya, sedangkan sebagai akibat perbuatan keagamaan karena dalam pelaksanaannya selalu dikaitkan dengan ajaran-ajaran dari masing-masing agama dan kepercayaan yang sejak dahulu sudah memberi aturan-aturan bagaimana perkawinan itu harus dilaksanakan.

Dari segi agama Islam, syarat sah pernikahan penting sekali terutama untuk menentukan sejak kapan sepasang pria dan wanita itu dihalalkan melakukan hubungan seksual sehingga terbebas dari perzinaan. Zina merupakan perbuatan yang sangat kotor dan dapat merusak kehidupan manusia. Dalam agama Islam, zina adalah perbuatan dosa besar yang bukan saja menjadi urusan pribadi yang bersangkutan dengan Tuhan, tetapi termasuk pelanggaran hukum dan wajib memberi sanksi-sanksi terhadap yang melakukannya. Di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam, maka hukum Islam sangat memengaruhi sikap moral dan kesadaran hukum masyarakatnya.

 

-   Anjuran menikah bagi yang sudah mampu, jika belum maka berpuasalah

Setiap manusia yang sudah dewasa dan sehat jasmani dan rohaninya pasti membutuhkan teman hidup yang berlainan jenis, teman hidup yang dapat memenuhi kebutuhan biologis yang dapat dicintai dan mencintai, yang dapat mengasihi dan dikasihi, yang dapat diajak bekerjasama untuk mewujudkan ketentraman, kedamaian dan kesejahteraan hidup berumah tangga. Rasulullah SAW bersabda :


ِ


 

Artinya :

 

“Hai para pemuda, barang siapa diantara kamu telah sanggup menikah, maka nikahlah. Karena nikah itu dapat menundukkan mata dan memelihara faraj (kelamin) dan barang siapa yang tidak sanggup maka hendaklah berpuasa karena puasa itu dapat melemahkan syahwat”. (HR. Bukhori muslim : 4779)

- Menikah menyempurnakan agama Rasulullah SAW bersabda :

Artinya :

“Jika seseorang menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Karena bertakwalah pada Allah pad separuh yang lainnya”. (HR. Al Baihaqi)


Istri ibarat tempat tinggal dan kebun bagi suami. Ia adalah teman mengarungi kehidupan, ratu rumah tangga, ibu dari anak-anak, pelabuhan hati dan tempat yang akan memberinya kesenangan dan ketentraman. Oleh karena itu islam selalu menekankan pentingnya suami memilih   istri   yang   saleha   sebagaimana   arti   dari   Abu Hurairah Radhiyallaahu 'anhu bahwa Nabi SAW bersabda:

 

Artinya :

“Perempuan dinikahi karena empat perkara : harta, keturunan, kecantikan dan agamanya. Pilihlah permpuan yang memiliki (pemahaman) agama (yang baik), niscaya kamu beruntung”.

B.        Rukun dan Syarat Pernikahan

Rukun dan syarat merupakan hal yang menentukan suatu perbuatan hukum, terutama yang menyangkut dengan sah atau tidaknya perbuatan tersebut dari segi hukum. Kedua kata tersebut mengandung esensi yang sama, bahwa keduanya merupakan sesuatu yang harus diadakan. Dalam suatu acara pernikahan rukun dan syaratnya tidak boleh tertinggal, sebab apabila keduanya tidak ada atau tidak lengkap maka menjadi tidak sah lah hukum suatu pernikahan.4

Dalam pernikahan yang mesti diperhatikan adalah rukun dan syarat pernikahan, yang dimaksud dengan rukun adalah sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah dan tidaknya suatu pekerjaan (ibadah), dan sesuatu itu termasuk dalam rangkaian pekerjaan itu, seperti membasuh muka untuk berwudhu. Sedangkan Syarat yaitu sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah dan tidaknya suatu pekerjaan (ibadah), tetapi sesuatu itu tidak termasuk dalam rangkaian pekerjaan itu, seperti menutup aurat untuk shalat. 5

 

1)           Rukun Nikah

 

Beberapa rukun nikah adalah sebagai berikut, yaitu:6

v Mempelai Laki-laki

 

Syarat sah menikah adalah ada mempelai laki-laki. Pernikahan dimulai pada saat akad nikah.

v Mempelai Perempuan

 




Sahnya menikah kedua yakni ada mempelai perempuan yang halal untuk dinikahi. Dilarang untuk memperistri perempuan yang haram untuk dinikahi seperti pertalian darah, hubungan persusuan, atau hubungan kemertuaan.

4 Sabarudin Ahmad, Transformasi Hukum Pembuktian Perkawinan dalam Islam, (Surabaya: Airlangga University Press, 2020), hlm.138

5 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan di Indonesia: Antara Fiqih Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana, 2009), hlm.59


v Wali Nikah Perempuan

 

Syarat sah menikah berikutnya adanya wali nikah. Wali merupakan orangtua mempelai perempuan yakni ayah, kakek, saudara laki-laki kandung (kakak atau adik), saudara laki-laki seayah, saudara kandung ayah (pakde atau om), anak

laki-laki dari saudara kandung ayah.

 

v Saksi Nikah

 

Menikah sah bila ada saksi nikah. Tidak sah menikah seseorang bila tidak ada saksi. Syarat menjadi saksi nikah yakni Islam, baligh, berakal, merdeka, lelaki, dan adil. Dua orang saksi ini diwakilkan oleh pihak keluarga, tetangga, ataupun orang yang dapat dipercaya untuk menjadi seorang saksi.

v Ijab dan Qabul

 

Terakhir, syarat sah nikah yakni ijab dan qabul. Ijab dan qabul adalah janji suci kepada Allah SWT di hadapan penghulu, wali, dan saksi. Saat kalimat "Saya terima nikahnya", maka dalam waktu bersamaan dua mempelai laki-laki dan perempuan sah untuk menjadi sepasang suami istri.

2)           Syarat Nikah

 

Adapun syarat yang harus dipenuhi oleh kedua calon mempelai adalah:13

v Syarat bagi calon mempelai pria antara lain beragama Islam, laki laki, jelas orangnya, cakap bertindak hukum untuk hidup berumah tangga, dan tidak terdapat halangan perkawinan.

v Syarat bagi wali dari calon mempelai wanita antara lain laki-laki, beragama Islam, mempunyai hak perwaliannya, dan tidak terdapat halangan untuk menjadi wali.

v Syarat bagi saksi nikah antara lain minimal dua orang saksi, menghadiri ijab qabul, dapat mengerti maksud akad, beragama Islam dan dewasa.

v Syarat-syarat ijab qabul yaitu adanya pernyataan mengawinkan dari wali, adanya pernyataan penerimaan dari calon mempelai pria, memakai kata- kata nikah atau semacamnya, antara ijab dan qabul bersambungan, antara ijab dan qabul jelas maksudnya, orang yang terkait dengan ijab tidak sedang melaksanakan ihram haji atau umrah, majelis ijab dan qabul itu harus dihadiri oleh minimal empat orang yaitu calon mempelai pria atau yang mewakilinya, wali mempelai wanita atau yang mewakilinya, dan dua orang saksi

v Syarat mahar yaitu merupakan tanda kesungguhan seorang laki-laki untuk menikahi seorang perempuan. Mahar juga merupakan pemberian seorang laki-laki

kepada perempuan yang dinikahinya, yang selanjutnya akan menjadi hak milik istri secara penuh. Kita bebas menentukan bentuk dan jumlah mahar yang kita inginkan karena tidak ada batasan mahar dalam syariat islam, tetapi yang disunnahkan adalah mahar itu disesuaikan dengan kemampuan pihak calon suami.


Namun dalam islam menganjurkan agar meringankan mahar. Rasulullah SAW, bersabda : Sebaik-baik mahar adalah mahar yang paling mudah (ringan).” (HR. Al-Hakim : 2692)

C.        Hikmah dan Tujuan Pernikahan

Allah mensyariatkan pernikahan dan dijadikan dasar yang kuat bagi kehidupan manusia karena adanya beberapa nilai dan tujuan utama yang baik bagi manusia itu sendiri. Diciptakanlah makhluk-Nya berpasang-pasangan, menjadikanmanusia laki-laki dan perempuan, menjadikan hewan jantan dan betina, begitu juga tumbuh-tumbuhan dan lain sebagainya. Hikmahnya ialah agar manusia hidupberpasang-pasangan, hidup dua sejoli membangun rumah tangga yang damai dan teratur dalam sebuah ikatan yang kokoh yaitu akad nikah atau ijab qabul pernikahan.7

Adapun hikmah dan tujuan pernikahan yang akan dirasakan oleh orang- orang yang menikah antara lain yaitu menyempurnakan akhlak, menyempurnakan pelaksanaan agama, melahirkan keturunan yang mulia, menciptakan kesehatan dalam diri baik secara fisik maupun non fisik, menjadi keinginan setiap pasangan untuk mendidik generasi baru, menikah itu sehat terutama dari sudut pandang kejiwaan, menjadi motivator untuk bekerja keras, serta terbebas dari bahaya fitnah.8

Di sisi lain, Imam Al-Ghazali juga turut mengemukakan bahwa tujuan danfaedah pernikahan itu ada lima hal, yakni sebagai berikut:9

1)     Memperoleh keturunan sah yang akan melanjutkan keturunan kelak serta memperkembangkan suku-suku bangsa manusia.

2)     Memenuhi tuntutan naluriah hidup kemanusiaan.

3)     Memelihara manusia dari kejahatan dan kerusakan.

4)     Membentuk dan mengatur rumah tangga yang menjadi basis pertama dari masyarakat yang besar di atas dasar kecintaan dan kasih saying.

5)     Menumbuhkan kesungguhan berusaha mencari rezeki penghidupan yang halal dan memperbesar rasa tanggung jawab.

Adapun tujuan dalam pernikahan diantaranya :

1.     Memenuhi kebutuhan dasar manusia

Pernikahan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia. Kebutuhan itu terdiri dari kebutuhan emosional, biologis, rasa saling membutuhkan, dan lain sebagainya.

 

2.     Mendapatkan ketenangan hidup.

Dengan menikah, suami atau istri dapat saling melengkapi satu sama lain. Jika merasa cocok, kedua-duanya akan memberi dukungan, baik itu dukungan moriel atau materiel, penghargaan, serta kasih sayang yang akan memberikan ketenangan hidup bagi kedua pasangan.

 

3.     Menjaga akhlak.

Dengan menikah, seorang muslim akan terhindar dari dosa zina, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW:

“Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih membentengi farji [kemaluan]. Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa, karena shaum itu dapat membentengi dirinya,” (H.R. Bukhari dan Muslim).


4.     Meningkatkan ibadah kepada Allah SWT

Perbuatan yang sebelumnya haram sebelum menikah, usai dilangsungkan perkawinan menjadi ibadah pada suami atau istri. Sebagai misal, berkasih sayang antara yang berbeda mahram adalah dosa, namun jika dilakukan dalam mahligai perkawinan, maka akan dicatat sebagai pahala di sisi Allah SWT.

 

5.     Memperoleh keturunan yang saleh dan salihah Salah

satu amal yang tak habis pahalanya kendati seorang muslim sudah meninggal adalah keturunan yang saleh atau salihah. Dengan berumah tangga, seseorang dapat mendidik generasi muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, yang merupakan tabungan pahala dan amal kebaikan yang berkepanjangan.

 

Tujuan pernikahan yang diinginkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 sangatlah ideal karena yang diperhatikan bukan hanya pada kebutuhan lahiriyahnya tetapi juga pada kepentingan batiniyah, yang pada dasarnya dalam pernikahan selalu di bawah tuntunan agama sesuai aturan dan perintah Allah swt.

Bebas dan tanpa batas dalam menciptakan hubungan adalah hal yang dilarang oleh agama, hal ini disesalkan karena kita manusia tidak sama dengan binatang, yang hanya mementingkan kepentingan jasmaninya.

Hubungan bebas tanpa batas akan menimbulkan kerugian bagi kedua individu dan juga bagi keluarganya. Oleh karena itu, dengan melangsungkan pernikahan akan diperoleh kebahagiaan, baik materil maupun spiritual.

 

 




7 Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2003), hlm.35-36

8 A. Zuhdi Mudhor, Memahami Hukum Perkawinan, (Bandung: Al-Bayan, 1994), hal 63

9 Happy Susanto, Nikah Siri Apa Untungnya, (Jakarta: Visimedia, 2007), hlm.9-13

 


BAB III PENUTUP

 

A.    Simpulan

 

Dari uraian di atas, yang telah dibahas dapat disimpulkan, akad nikah mempunyai rukun dan syarat yang harus dipenuhi. Rukun dan syarat menentukan hukum suatu perbuatan, terutama yang menyangkut dengan sah atau tidaknya perbuatan tersebut dari segi hukum. Kedua kata tersebut mengandung arti yang sama dalam hal bahwa keduanya merupakan sesuatu yang harus diadakan. Dalam pernikahan misalnya, rukun dan syaratnya tidak boleh tertinggal. Artinya pernikahan tidak sah bila keduanya tidak ada atau tidak lengkap. Perbedaan rukun dan syarat adalah kalau rukun itu harus ada dalam satu amalan dan merupakan bagian yang hakiki dari amalan tersebut. Sementara syarat adalah sesuatu yang harus ada dalam satu amalan namun ia bukan bagian dari amalan tersebut.

Adanya ijab, yaitu lafadz yang diucapkan oleh wali atau yang menggantikan posisi wali. Misalnya dengan si wali mengatakan “zawwajtuka Fulanah” (aku nikahkan engkau dengan si fulanah) atau “ankahtuka fulanah” (aku nikahkan engkau dengan fulanah).

 

 

 

B.     Saran

Hendaknya tulisan di dalam makalah ini menjadi media renungan bagi kitauntuk

kembali merefleksikan diri terhadap penerapan hukum-hukum pernikahan di masa kini, selain dari pada tujuan awalnya yakni untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan di bidang pernikahan.


DAFTAR PUSTAKA

 

Abdul, Thalib.2007. Hukum Keluarga Dan Perikatan. Pekanbaru

Ahmad, Sabarudin. 2020. Transformasi Hukum Pembuktian Perkawinan dalamIslam.

Surabaya: Airlangga University Press

Ahmad Sarwat, Seri Fiqih Islam Kitab Nikah (Cet.1 ;Kampus Syariah, 2009), h. 6 Ali, Zainuddin. 2007. Hukum Perdata Islam Di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1994. Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Jakarta: Balai Pustaka

Ghazaly, Abdul Rahman. 2003. Fiqh Munakahat. Jakarta: Kencana

Ibrahim, Hosen. 1971. Fiqh Perbandingan dalam Masalah Nikah,   Talak   dan Rujuk.

Jakarta: Balai Penerbitan dan Perpustakaan Islam

Ismanto, Reno. 2020. Maqasid Pernikahan Perspektif Imam Al-Gazali Berdasarkan Kitab Ihya Ulum Al-Din. Islamitsch Familierecth Journal.Vol.1. No.1

Mudhor, A Zuhdi. 1994. Memahami Hukum Perkawinan. Bandung: Al-Bayan

Nasution, Harun. 1992. Ensiklopedi Islam Indonesia. Jakarta: Djambatan Nurnazli. 2015. Wawasan Al-Qur’an tentang Anjuran Pernikahan. Ijtima’iyya.

Vol.8. No.2

Ramulyo, Moh Idris. 1995. Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, Hukum

Acara Peradilan Agama dan Zakat Menurut Hukum Islam. Jakarta: SinarGrafika

………. 1996. Hukum Perkawinan Islam. Jakarta: Bumi Aksara Sudarsono. 1997. Hukum Keluarga Nasional. Jakarta: Rineka Cipta Susanto, Happy. 2007. Nikah Siri Apa Untungnya. Jakarta: Visimedia

Syarifuddin, Amir. 2003. Garis-Garis Besar Fiqih. Jakarta: Kencana

………. 2009. Hukum Perkawinan di Indonesia: Antara Fiqih Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan. Jakarta: Kencana

Tihami. 2009. Fiqih Munakahat Kajian Fiqih Lengkap. Jakarta: Raja GrafindoPersada

Referensi:https://almanhaj.or.id/3230-syarat-rukun-dan-kewajiban-dalam-aqad- nikah.html

0 comments:

Posting Komentar

 

Wikipedia

Hasil penelusuran

Blogroll

Diberdayakan oleh Blogger.