Jumat, 25 Maret 2022

Karakter Hukum Islam

MATA KULIAH       

Filsafat Hukum Islam           

DOSEN PENGAMPU

1. Dr. Rahmat Sholihin M.Ag

2. Dr. Budi Rahmat Hakim M.HI

 

 

 

Karakter Hukum Islam

 

 

Fratiwi Rachmaningtyas

210211050110

 


 

 

 

 

 

 

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI BANJARMASIN

PASCASARJANA

PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM KELUARGA

2022

 

 

 

BAB I PENDAHULUAN

Istilah hukum Islam (islamic law), hanya populer dan digunakan sebagai istilah resmi di Indonesia, karena dalam literatur Arab termasuk dalam al-Qur’an dan Sunnah sebenarnya tidak dikenal istilah hukum Islam dalam satu rangkaian kata. Namun, kedua kata ini secara terpisah dapat ditemukan dalam al-Qur’an dan Sunnah disebut al-syari’ah al-Islamiyah (syariah Islam) dan al-fiqh al-Islami (fikih Islam). Oleh karena itu, para ulama memiliki pendapat yang berbeda-beda tentang pengertian hukum Islam, sebagian ulama mengidentikkan dengan syari’ah dan sebagian ulama yang lain mengidentikkannya dengan fikih.[1]

Syariah adalah peraturan yang telah ditetapkan Allah SWT kepada insan manusia yang mengatur semua sendi kehidupan insan manusia, mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT, manusia sesama manusia, manusia dengan alam semesta, dan berisi kunci penyelesaian seluruh masalah kehidupan insan manusia baik di dunia maupun di akhirat. Selain itu, kata syariat sering disambungkan dengan kata Allah SWT sehingga menjadi syari’atullah (syariah Allah SWT) yang berarti jalan kebenaran, maka dalam perkembangannya syariah pun dimaknai sebagai nilai kebaikan yang menjaga insan manusia dari keburukan atau ajakan hawa nafsu.

Sedangkan secara terminologi fiqih adalah hasil penjabaran praktis tentang hukum-hukum syariah yang digali para ulama mujtahid dari dalil al-Qur’an dan Sunnah. Fikih ditemukan melalui penalaran para ulama termasuk pada hal-hal yang tidak dijelaskan secara rinci dalam al-Quran dan Sunnah. Dengan demikian fikih berbeda dengan syariah, baik dari segi etimologi maupun terminologi, dimana syariah merupakan seperangkat aturan yang bersumber dari Allah SWT dan Rasulullah Muhammad SAW. Sedangkan fikih, merupakan pemahaman dan penjelasan yang lebih rinci dari apa yang sudah ditetapkan syariah, itu artinya bahwa fikih lahir dari pemahaman para ulama mujtahid terhadap syariah.

Inilah yang menjadi daya tarik dari fiqih yang memunculkan beragam mazhab dan pemahaman akan syariah karena relativitas yang terkandung dalam pemaknaan. Menjadi tantangan bagi ulama dan mujtahid untuk menghasilkan produk ijtihad dengan relativitas pemaknaan yang tidak melenceng dari prinsip dan karakter hukum islam.

 

 

 

BAB II PEMBAHASAN

Hukum Islam, sering ditemukan pada literatur hukum yang berbahasa Indonesia sebenarnya secara umum telah mencakup syariah dan fikih. Namun harus dipahami, bahwa hukum Islam tidak sama persis dengan syariah dan fikih, tetapi tidak berarti bahwa hukum Islam berbeda dengan syariah dan fikih. Karena hukum Islam, terkadang dalam bentuk syariah dan terkadang pula dalam bentuk fikih, sehingga apabila seseorang mengatakan hukum Islam harus mencari maksudnya, apakah berbentuk syariah atau dalam bentuk fikih. Syariat  sifatnya ilâhiyât,  permanen,  sakral,  dan  tingkat  kebenarannya  pasti  (qath‘iyyât). Sedangkan   fikih   sifatnya   insâniyât,   berubah,   profan,   dan   tingkat   kebenarannya relatif, debatable.

Dalam dimensi lain penyebutan hukum Islam dihubungkan dengan legalitas formal dalam suatu negara bagi pendapat para ulama (mujtahid) baik yang terdapat dalam kitab fikih maupun yang belum. Jadi fikih Islam bukan lagi hukum Islam in abstracto tapi sudah menjadi hukum Islam in Concrecto sudah membumi di suatu negara, karena secara formal sudah dinyatakan berlaku sebagai hukum positif yaitu aturan yang mengikat dalam suatu negara.

Ditinjau dari segi sumbernya, hukum Islam bersumber dari wahyu yaitu firman Allah SWT yang tercantum dalam al-Qur’an dan sunnah Nabi Muhammad SAW sebagai penjelasannya, sekalipun pada persoalan tertentu menggunakan ijtihad (rasio) menyangkut hal yang tidak ada penjelasannya dari al-Qur’an dan Sunnah. Sehingga dapat dilihat bahwa penggunaan akal disini hendaklah senantiasa melalui bimbingan wahyu agar tidak terjerumus dalam pemaknaan yang keliru.

Inilah yang menjadi perbedaan yang dapat kita lihat antara hukum Islam dan hukum Barat, dimana hukum Barat hanya bersumber dari rasio semata. Hukum Barat terkesan bercorak antroposentris yang berpusat pada manusia dan lingkungannya, tanpa melihat ada panduan dari Zat yang mengatur semesta. Hukum Barat menyandarkan munculnya teori hukum dan konsep keadilan pada proses berpikir manusia untuk memunculkan hukum positif. Dari segi objeknya, hukum Islam mempunyai dua objek hukum, pertama mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT yang disebut ibadah, dan kedua mengatur hubungan antara sesama manusia dan alam semesta yang disebut muamalah. Sedangkan, hukum umum objeknya hanya mengatur hubungan antara sesama manusia dalam hidup bermasyarakat. [2]

Dalam konteks pengaturan hubungan sesama manusia, Undang-undang,  hukum  dan  berbagai  pemikiran  secara  umum  bukan  sesuatu  yang  abadi  (eternal),  melainkan  merupakan  refleksi  kehidupan  sosial.  Ia  akan  terus  tumbuh  dan   berubah   sejalan   dengan   perubahan   masyarakat   dan   zamannya.   Undang-undang  dan  peraturan-peraturan  memiliki  kondisi  khusus  untuk  menerima perubahan dan pembaharuan seiring dengan perubahan kondisi masyarakat. Hal ini mencirikan karakter hukum Islam yang dinamis, beragam, dan politis. [3]

Secara umum karakteristik yang dimiliki hukum Islam dapat kita lihat dalam penjelasan dibawah ini :

1. Sempurna

Syariah Islam diturunkan dalam bentuk yang umum dan garis besar permasalahannya. Oleh karena itu hukum hukumnya bersifat tetap, dan tidak berubah-ubah lantaran berubahnya masa dan berlainannya tempat. Untuk hukum hukum yang lebih rinci, syari’ah Islam hanya menetapkan kaedah dan memberikan patokan umum. Penjelasan dan rinciannya diserahkan pada ijtihad para mujtahid atau para ulama. Hukum Islam kategori syari’ah bersifat tsabat (konstan, tetap) artinya tetap berlaku universal disepanjang zaman, tidak mengenal perubahan dan tidak disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Situasi dan kondisilah yang harus menyesuaikan diri dengan syariah. Sedangkan hukum Islam kategori fikih bersifat muru’ ah. Tidak harus berlaku universal, bahkan ia mengenal perubahan yang membuka kemungkinan untuk disesuaikan dengan situasi dan kondisi.[4]

2. Hukum Islam bersifat universal dan sistematis

Ayat al-Qur’an, sebagai sumber utama hukum Islam, selalu tampil dalam bentuk universal atau bersifat umum,tidak terbatas orang Islam saja tetapi berlaku untuk seluruh umat manusia di seluruh dunia. Menurut Abdul Wahab Khallaf, bentuk umum dan mengglobal sebagian ayat al-Qur’an ini dimaksudkan untuk memberikan kebebasan kepada para ulama untuk berijtihad atau menggali hukum sesuai kebutuhan situasi dan kondisi masyarakat, sehingga ayat-ayat al-Qur’an tersebut dapat dimengerti, diterapkan, diterima oleh semua umat di dunia, dan dapat berintegrasi dalam semua dimensi ruang dan waktu sesuai dengan perkembangan kehidupan manusia mulai zaman dulu, zaman sekarang, dan juga pada generasi mendatang. Selain universal, ayat al-Qur’an juga bersifat sistematis dimana antara satu ayat dengan ayat yang lain saling bertautan satu sama lain secara logis.

3. Hukum Islam tidak memberatkan (bersifat fleksibel)

Al-Qur’an sebagai rujukan dasar hukum Islam tidak memperlihatkan bahwa kandungan di dalamnya bukanlah syariat Allah SWT yang memberatkan hamba-Nya. Sehingga dalam kondisi darurat, hukum Islam memberikan rukhshah (keringanan). Maka terlihat bahwa hukum Islam tidak memberatkan dan juga bersifat elastis yaitu lentur, luwes, atau mudah diubah bentuknya dan mudah kembali kepada bentuk asalnya, sehingga diterima sepanjang masa. Hal ini memudahkan para ulama berijtihad,mencari hukum untuk menjawab persoalan yang kontemporer, hal ini mestinya memicu setiap kaum Muslimin dituntut untuk terus berusaha meningkatkan kualitas diri mencapai kejenjang mujtahid.

4. Hukum Islam bersifat realistis (menjawab tantangan zaman)

Dalam menunjukkan suatu ketentuan hukum, sebagian redaksi al-Qur’an ketika menjelaskan hukum Islam bersifat mujmal (umum) sehingga maknanya dapat diarahkan untuk menyelesaikan persoalan yang terkait dengan kenyataan yang bersifat praktis. Secara kongkrit, mengindikasikan bahwa hukum Islam ditetapkan berdasarkan realistis dan berpandangan riil di segala hal. Berhubungan dengan sifat fleksibel dan realistis selain untuk kemudahan umat dalam mengaktualisasikan syariah, juga merupakan bentuk konkret dari “humanitas” hukum ”langit’. Hukum Islam tidak sama sekali hanya pengisi ruang idealisme yang melangit, namun ditempa untuk kemaslahatan umat dalam mengarahkan kehidupan yang ideal yang tidak terserabut dari area kekinian dan kedisinian.

5. Memiliki sanksi di dunia dan akhirat

Karakter hukum Islam ini menjadi ciri khas yang membedakan hukum Islam dengan hukum Barat yang tidak mempersoalkan sanksi yang akan diterima manusia di akhirat. Hukum Islam mengikat individu dalam konsekuensi syariat yang kelak juga akan dipertanggung jawabkan di akhirat. [5] Landasan aqidah seorang muslim menjadi dasar berpijak yang kokoh dalam pelaksanaan hukum Islam, karena inilah yang menjadi pembeda kekuatan aqidah antara yang satu dengan yang lain. Dimana dengan kekuataan akidah, kedalaman akal, kepribadian tinggi akan menghantarkan pada kualitass ijtihad yang mumpuni untuk menjawab persoalan ummat.

6. Bersifat Ta’aqquli dan Ta’abbudi

Ta’abbudi yang diartikan sebagai “ghairu ma’qulatil ma’na” (harus diikuti seperti apa adanya/taken for granteed) adalah konsep yang didalamnya mengandung “ajaran Islam yang baku” yakni ajaran yang berkaitan dengan tauhid. Sementara ta’aqquli yang diartikan sebagai “ma’qulatul ma’na” (dapat dipikirkan), adalah ajaran yang perlu dikembangkan oleh akal manusia dan dirumuskan sesuai dengan perkembangan masyarakat, kebutuhan hukum dan keadilan pada suatu masa, tempat dan lingkungan.[6] Lebih jelasnya, konsep yang berkaitan dengan ta’aqquli adalah setiap hal yang berkaitan dengan bidang mu’amalah (ahkam al-mu’amalat), seperti masalah kemasyarakatan, politik, kebudayaan, dan semua yang berkaitan dengan kepentingan umum, sehingga kaum muslimin dituntut untuk berijtihad guna membumikan ketentuan-ketentuan syariat tersebut. [7]

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III PENUTUP

Dinamika  hukum  Islam  lahir  melalui  proses  ijtihad  progresif.  Ijtihad  progresif  melahirkan  empat  produk  hukum  Islam,  yaitu  fikih,  fatwa,  perundang-undangan  di  negeri  Muslim  (qanun)  dan  putusan  pengadilan  (qadha).  Keempat  produk  pemikiran  hukum  Islam  tersebut  kaya  dengan  keragamana  pendapat  (ikhtilaf).

Sebuah pemikiran sejatinya lahir dari sebuah proses berpikir yang dilatarbelakangi oleh setting sosio-politik yang melingkupinya. Dalam studi Islam yang menggunakan pendekatan sosio-historis, sebuah pemikiran, gagasan, ide atau pandangan tertentu terhadap sebuah fenomena yang hidup harus dilihat sebagai respon intelektual seorang pemikir terhadap fenomena sosial kemasyarakatan dan problem-problem politik yang dihadapinya.

Dengan demikian, sebagaimana pernyataan Amin Abdullah, terjadinya suatu perubahan, pergeseran, perbaikan, rethinking process serta upaya rancang bangun epistemologi keilmuan adalah konsekuensi logis dari kegiatan keilmuan yang memang bersifat historis, lantaran ia dibangun berdasarkan atas akal budi manusia yang juga bersifat histori. [8] Oleh karena itu, hukum Islam yang menghadapi perubahan sosial dengan karakteristik yang dimilikinya mampu eksis meskipun berbagai perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Perubahan hukum Islam menyesuaikan dengan konteks zaman sekaligus dengan karakter masyarakatnya.

Hukum Islam mempunyai  ciri-ciri  khusus  yang  membedakan  dengan  hukum yang  lain, ialah:  ketika  hukum  Islam  berdasarkan  wahyu  dari  Allah  dalam  al-Qur'an maupun yang di jelaskan oleh hadis Nabi dalam hadis, berdasarkan prinsip akidah dan moral,  bersifat  universal  yang  disebut rahmat  lil  alamin,  memberikan  sangsi  di  dunia dan  akhirat,  mempunyai  keseimbangan  antara  kepentingan  individu  dan  kepentingan masyarakat,dinamis, dan bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan baik di dunia ini maupun di akhirat nanti.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

A. Saiful Aziz,  Karakteristik hukum Islam dan asas penerapannya, , Jurnal Iqtisad: Reconstruction of Justice and Welfare for Indonesia – Vol. 6, No 2 (2019).

Abdul Qodir Zaelani, Konsep Ta’aqquli dan Ta’ abbudi dalam Konteks Hukum Keluarga Islam, Jurnal ASAS, Vol.6, No.1, Januari 2014

Ermita Zakiyah, Karakter Hukum Islam dan Kajiannya dalam Penafsiran Al Qur’an, Jurnal al ‘Adalah. Vol. 6, No.1, Juni 2021

Hendra Gunawan, Karakteristik Hukum Islam, Jurnal Al-Maqasid Volume 4 Nomor 2 Edisi Juli-Desember 2018

Musnad Rozin. Karakteristik Hukum Islam dalam Perubahan Sosial . Istinbath : Jurnal Hukum, 2016.

Muhammad Harfin Zuhdi, Karakteristik Pemikiran hukum Islam, , Jurnal Ahkam vol.4, 2014

H. Rachmat Syafei,  Hukum Islam Sebagai Dasar hukum Universal dalam sistem Pemerintahan Modern, , Jurnal Mimbar No. 4 Th.XVI Okt-Des. 2000

Zulkarnain Suleman, Dinamika Pemikiran Hukum Islam:  Corak dan Karakteristik Jurnal Al Mizan, Volume 12 Nomor 1  Juni  2016.

 



[1] Karakteristik Hukum Islam, Hendra Gunawan, Jurnal Al-Maqasid Volume 4 Nomor 2 Edisi Juli-Desember 2018.

[2] Karakter Hukum Islam dan Kajiannya dalam Penafsiran Al Qur’an, Ermita Zakiyah, Jurnal al ‘Adalah. Vol. 6, No.1, Juni 2021

[3] Dinamika Pemikiran Hukum Islam:  Corak dan Karakteristik, Zulkarnain Suleman, Jurnal Al Mizan, Volume 12 Nomor 1  Juni  2016.

[4] Karakteristik hukum Islam dan asas penerapannya, A. Saiful Aziz, Jurnal Iqtisad: Reconstruction of Justice and Welfare for Indonesia – Vol. 6, No 2 (2019).

[5] Musnad Rozin. Karakteristik Hukum Islam dalam Perubahan Sosial . Istinbath : Jurnal Hukum, 2016.

[6] Konsep Ta’aqquli dan Ta’ abbudi dalam Konteks Hukum Keluarga Islam, Abdul Qodir Zaelani, Jurnal ASAS, Vol.6, No.1, Januari 2014

[7] Hukum Islam Sebagai Dasar hukum Universal dalam sistem Pemerintahan Modern, H. Rachmat Syafei, Jurnal Mimbar No. 4 Th.XVI Okt-Des. 2000

[8] Karakteristik Pemikiran hukum Islam, Muhammad Harfin Zuhdi, Jurnal Ahkam vol.4, 2014

Ditulis Oleh : Marzuki Na'ma, S. Kom // Maret 25, 2022
Kategori:

0 comments:

Posting Komentar

 

Wikipedia

Hasil penelusuran

Blogroll

Diberdayakan oleh Blogger.